PANTAU LAMPUNG- Pergantian pelatih Timnas Indonesia dari Shin Tae-yong ke John Herdman bukan sekadar soal strategi dan target prestasi, melainkan juga soal ikatan emosional yang selama ini terbangun kuat antara tim dan publik. John Herdman kini memikul tanggung jawab besar untuk melanjutkan kiprah Garuda, di tengah bayang-bayang romantisme yang telah ditanamkan pendahulunya.
Selama beberapa tahun terakhir, Shin Tae-yong bukan hanya dikenal sebagai pelatih yang meningkatkan level permainan Timnas Indonesia, tetapi juga sosok yang membangun kedekatan emosional dengan pemain dan suporter. Relasi itu terlihat jelas dari berbagai momen kebersamaan di lapangan maupun di luar lapangan, yang kerap menjadi sorotan media dan viral di media sosial. Bagi banyak penggemar, Timnas Indonesia di era Shin bukan sekadar tim sepak bola, melainkan simbol harapan dan kebanggaan nasional.
Romantisme tersebut bahkan dirasakan oleh para pemain diaspora. Dalam sebuah podcast Ziggo Sport di Belanda, Thom Haye Oratmangoen menyinggung kedekatan emosional di dalam tim. Ragnar Oratmangoen secara terbuka menyebut Shin Tae-yong sebagai sosok pelatih yang tepat untuk Timnas Indonesia, meski berasal dari Asia dan memiliki pendekatan kerja yang berbeda dari pelatih Eropa pada umumnya.
“Dia (Shin Tae-yong) berasal dari Asia dan ia punya cara bekerja yang sangat berbeda dari apa yang kami biasanya lakukan, namun saya rasa dia adalah sosok yang tepat untuk tim ini,” ujar Ragnar.
Kedekatan semacam ini membuat Timnas Indonesia kerap menjadi perbincangan, bukan hanya karena hasil pertandingan, tetapi juga karena cerita-cerita di balik layar. Publik menikmati momen-momen kecil yang humanis, mulai dari candaan di sesi latihan hingga pelukan emosional setelah laga penting. Fenomena ini mengingatkan pada contoh pelatih berkarakter kuat di dunia sepak bola, seperti Jose Mourinho, yang dikenal mampu membangun ikatan personal dengan para pemainnya. Video emosional antara Mourinho dan Marco Materazzi usai Inter Milan menjuarai Liga Champions menjadi bukti bahwa romantisme dalam sepak bola bisa sama kuatnya dengan trofi.
Kini, tongkat estafet berada di tangan John Herdman. Pelatih asal Inggris tersebut dikenal memiliki rekam jejak solid dan pendekatan modern, namun publik Indonesia masih menanti apakah ia mampu menciptakan chemistry serupa. Tantangan Herdman bukan hanya meracik taktik dan meraih kemenangan, tetapi juga membangun rasa memiliki, kepercayaan, dan kedekatan emosional di dalam skuad Garuda.
Ke depan, perhatian publik tidak hanya tertuju pada hasil di papan skor, tetapi juga pada fragmen-fragmen kecil yang muncul di ruang ganti dan media sosial. Apakah Timnas Indonesia masih mampu menghadirkan kisah-kisah yang menyentuh, mendidik, dan membangkitkan gairah nasionalisme? Di situlah romantisme Garuda akan kembali diuji, bersama harapan besar yang kini mengiringi langkah John Herdman.***








