PANTAU LAMPUNG– Serikat Pekerja Media (SPM) Lampung bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung kembali memperingatkan pemerintah daerah mengenai kondisi upah minimum yang dinilai semakin jauh dari kata layak. Melalui kajian mendalam tentang inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta kebutuhan hidup layak (KHL), kedua organisasi menyimpulkan bahwa UMP Lampung 2026 idealnya naik minimal 15 persen.
Saat ini UMP Lampung berada di angka Rp2.893.070. Namun berdasarkan penelitian serikat buruh Lampung, kebutuhan pokok buruh setiap bulan mencapai sekitar Rp3.383.000. Perhitungan tersebut berasal dari 13 komponen kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi, mulai dari beras, telur, minyak goreng, gula pasir, biaya listrik bulanan, perlengkapan sekolah, hingga biaya transportasi kerja. Selisih Rp489.930 ini menunjukkan bahwa upah minimum masih tertinggal jauh dari kebutuhan hidup riil para pekerja.
“Maka bila pemerintah serius meningkatkan kualitas hidup pekerja di Lampung, kenaikan UMP harus 15 persen,” ujar Derri, Ketua Dewan Pengurus SPM Lampung, Kamis, 20 November 2025.
Selain masalah upah minimum, SPM Lampung dan AJI Bandar Lampung juga menyoroti praktik perusahaan pers yang masih menggaji jurnalis di bawah UMP/UMK. Fenomena ini bukan hal baru. Dalam riset AJI Bandar Lampung tahun 2021 mengenai kondisi jurnalis perempuan, ditemukan bahwa 10 dari 30 responden menerima upah hanya sekitar Rp1 juta–Rp2,3 juta. Bahkan satu jurnalis perempuan diketahui menerima upah kurang dari Rp1 juta. Pada tahun tersebut, UMP berada di angka Rp2.432.001. Artinya hampir 40 persen jurnalis perempuan memperoleh upah di bawah standar minimum.
“Memberi gaji di bawah upah minimum adalah tindak pidana. Pengusaha yang melanggar dapat dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun, dan/atau denda Rp100 juta hingga Rp400 juta sesuai Pasal 185 UU Ketenagakerjaan yang telah diubah UU Cipta Kerja,” tegas Derri.
Terkait penyesuaian UMK, Derri mendorong perusahaan pers mengacu pada regulasi upah terbaru. UMK Bandar Lampung menjadi yang tertinggi di provinsi ini. Pada 2026, UMK diusulkan naik 15 persen atau Rp495.805 dari nilai 2025 sebesar Rp3.305.367, sehingga menjadi Rp3.801.172. Sementara UMK terendah di 10 kabupaten berada di angka Rp2.893.069 dan diproyeksikan naik menjadi Rp3.327.029 jika mengikuti usulan kenaikan 15 persen.
Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, menegaskan bahwa kesejahteraan layak merupakan syarat agar jurnalis dapat bekerja secara profesional tanpa tekanan ekonomi yang berpotensi membuat mereka terlibat praktik tidak etis seperti memeras, menerima amplop, atau menjualbelikan informasi.
Di luar upah minimum, Dian meminta perusahaan media memperbaiki sistem pengupahan internal dengan memberikan kenaikan upah berkala berdasarkan prestasi, jabatan, dan masa kerja. Ia juga menekankan pentingnya jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, serta jaminan sosial bagi keluarga jurnalis.
“Perusahaan media juga mesti memberikan sejumlah jaminan yang layak sesuai amanat UU Pers, termasuk gaji yang layak, bonus, kepemilikan saham, dan perlindungan kesejahteraan pekerja,” ujarnya.
Seruan ini menggarisbawahi kondisi jurnalis yang masih rentan secara ekonomi dan hukum. Selain upah rendah, jurnalis kerap menjadi korban kekerasan dan intimidasi, sebagaimana diungkap dalam berbagai laporan AJI Indonesia dan LBH Pers Lampung. Serangan terhadap jurnalis terus berulang akibat minimnya tindakan tegas dan perlindungan nyata dari aparat penegak hukum.
Pada berbagai kesempatan, AJI Indonesia bersama 40 AJI Kota menegaskan bahwa pemerintah harus menghentikan praktik penyalahgunaan kekuasaan yang mengganggu demokrasi, terutama pada sektor kebebasan pers. Dalam pernyataan sikapnya, AJI menyerukan agar pemerintah menjamin pers dapat bekerja secara bebas, independen, dan aman dari kriminalisasi.
Di sisi lain, LBH Pers Lampung menyoroti pentingnya implementasi MoU antara Polri dan Dewan Pers yang menjamin perlindungan terhadap jurnalis. Dengan 21 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2019–2022 serta lima kasus tambahan pada 2023, LBH Pers menilai perlindungan tersebut masih jauh dari optimal.
Kasus-kasus intervensi, seperti permintaan Kejaksaan Tinggi Lampung kepada media untuk menarik pemberitaan dugaan korupsi DPRD Tanggamus, menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers masih nyata dan berulang.
Dalam situasi demikian, SPM Lampung dan AJI Bandar Lampung menegaskan bahwa kesejahteraan, keamanan, dan perlindungan hukum bagi jurnalis harus menjadi prioritas. Upah layak menjadi pondasi penting agar jurnalis dapat menjalankan tugasnya sebagai penjaga demokrasi tanpa ketakutan, tekanan, atau ketidakpastian ekonomi.***









