PANTAU LAMPUNG– Kasus pemerasan yang melibatkan dua oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Lampung mengejutkan publik. Wahyudi Hasyim, ketua LSM Gepak, dan Fadli, ketua Fagas, diamankan oleh Polda Lampung setelah terindikasi memeras pejabat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) pada Minggu, 21 September 2025. Penangkapan terjadi di sebuah minimarket di Bandar Lampung dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Kuasa hukum RSUDAM, Muhammad Fahmi Nirwansyah, menyatakan bahwa perilaku kedua oknum LSM ini bukan kali pertama terjadi. Mereka diduga kerap mengirim ancaman, memanfaatkan pemberitaan negatif di media, hingga menuntut sejumlah proyek dengan dalih kepentingan masyarakat. “Awalnya kami mencoba dialog, tapi tuntutan mereka semakin tidak masuk akal. Bahkan, mereka meminta persentase proyek hingga 20 persen. LSM seharusnya menjadi pengawas, bukan menekan pemerintah untuk keuntungan pribadi,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Modus operandi yang digunakan cukup sistematis. Kedua pelaku awalnya berkenalan dengan calon korban melalui aplikasi WhatsApp. Jika direspon, mereka meminta bantuan untuk kegiatan tertentu atau proyek melalui proposal. Jika korban menolak atau tidak merespon, pelaku mulai menyebarkan berita negatif melalui portal online milik mereka dan mengirimkan tautan ke korban, berharap timbul rasa takut agar terjadi negosiasi. Ancaman juga dikirim melalui surat kaleng atau pemberitaan yang mendiskreditkan RSUDAM.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung, Kombes Pol Indra Hermawan, menjelaskan kronologi kasus secara rinci. Pada Juli 2025, tersangka W mengirimkan sejumlah berita melalui WhatsApp yang berisi informasi tidak sesuai fakta untuk menimbulkan ketakutan. Pelaku bahkan mengancam masuk “dengan cara binatang” jika tuntutannya tidak dipenuhi. Pada 18 September 2025, korban mendapat informasi tentang rencana demonstrasi LSM terhadap RSUDAM. Kedua tersangka kemudian menuntut paket proyek senilai 400 juta rupiah dan meminta uang tunai 20 persen dari masing-masing paket agar demonstrasi tidak dilaksanakan dan pemberitaan negatif dihentikan.
Pada hari berikutnya, 21 September, Saksi S menyerahkan uang tunai sebesar 20 juta rupiah kepada tersangka W dan F di sebuah kafe di Enggal, Bandar Lampung. Namun tersangka F kembali mengancam karena uang yang diberikan dinilai kurang. Subdit Jatanras Resmob Tekab 308 Polda Lampung menindaklanjuti laporan ini dan mengamankan kedua pelaku di minimarket, beserta uang hasil pemerasan sebesar 20 juta rupiah.
Dalam penggeledahan kendaraan minibus hitam yang digunakan pelaku, polisi menemukan dua senjata tajam berupa pisau dan celurit. Selain itu, sejumlah barang bukti lain disita, termasuk handphone milik kedua tersangka dan dokumen terkait aksi pemerasan.
Polda Lampung menjerat kedua pelaku dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman kekerasan, Pasal 369 KUHP terkait pemerasan dengan ancaman pencemaran nama baik, dan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam tanpa izin, yang ancamannya hingga sepuluh tahun penjara.
Modus yang dilakukan kedua oknum LSM ini disebut sistematis dan terencana, bertujuan memperoleh keuntungan pribadi dengan menakut-nakuti korban melalui pemberitaan negatif dan ancaman demonstrasi. Polda Lampung mengimbau masyarakat atau pihak lain yang pernah menjadi korban atau mengetahui kejadian serupa untuk segera melapor agar kasus ini dapat ditindaklanjuti.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi oknum-oknum organisasi masyarakat yang menyalahgunakan posisi atau pengaruh untuk menekan pejabat publik. Polisi menegaskan akan menindak tegas setiap bentuk pemerasan, ancaman, maupun penyalahgunaan media untuk tujuan pribadi.***












