PANTAU LAMPUNG- Gelombang demonstrasi yang melanda berbagai daerah di Indonesia terus berlanjut dan semakin tak terbendung. Pada Jumat, 29 Agustus 2025, Kota Surakarta menjadi salah satu titik panas di mana masyarakat turun ke jalan dengan penuh amarah dan kekecewaan terhadap langkah pengamanan yang dilakukan pemerintah. Aksi massa yang memanas ini seolah mengesampingkan keberadaan event olahraga internasional yang tengah berlangsung di Solo.
Stadion Manahan Solo sebenarnya menjadi tuan rumah pertandingan ASEAN U16 Girl’s Championship, sebuah ajang bergengsi bagi sepak bola putri di kawasan Asia Tenggara. Namun, sorak-sorai penonton di dalam stadion seakan tak mampu menutupi riuhnya suara massa di luar arena yang menuntut keadilan. Rakyat Solo, yang dikuasai rasa kecewa mendalam, tetap memilih menggelar aksi di sekitar markas Brimob Batalyon C meski harus bersinggungan dengan keramaian pertandingan internasional.
Situasi semakin mencekam ketika para pedagang di sekitar lokasi memilih menutup dan meninggalkan lapak mereka demi menghindari potensi kericuhan. Suasana yang semula ramai dengan aktivitas perdagangan berubah mencekam, menandakan bahwa gejolak massa tidak lagi bisa dikenali batasnya. Amarah warga meluap hingga menutupi euforia olahraga, menandakan betapa seriusnya rasa solidaritas yang tumbuh di tengah masyarakat.
Pemicunya adalah tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, pemuda berusia 21 tahun, yang gugur saat mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta pada Kamis, 28 Agustus 2025. Kejadian tragis tersebut menyulut gelombang simpati dan solidaritas dari berbagai daerah, termasuk Solo, yang menilai bahwa kejadian ini merupakan cerminan buruknya perlakuan terhadap rakyat yang menyuarakan aspirasi. Nama Affan kini menjadi simbol perjuangan dan perlawanan atas ketidakadilan yang dirasakan masyarakat.
Sementara itu, di Bandar Lampung, suasana masih relatif aman dan kondusif. Namun, ketenangan ini bukan berarti tanpa gejolak. Sejumlah mahasiswa dan akademisi di kota tersebut telah merilis opini serta pernyataan keprihatinan yang menyoroti tragedi penggilasan rakyat. Mereka menekankan pentingnya menjaga nilai demokrasi dan hak kebebasan berpendapat di tengah situasi bangsa yang kian rapuh.
Kontras antara kondisi Solo yang memanas dan Bandar Lampung yang tetap tenang menunjukkan betapa luasnya resonansi tragedi ini di masyarakat. Aksi massa yang semakin menyebar bisa menjadi indikator bahwa ketidakpuasan rakyat tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Di sisi lain, ajang olahraga seperti Piala AFF Putri yang seharusnya menjadi sarana membanggakan nama bangsa, kini justru terpinggirkan oleh situasi sosial-politik yang membara.***