PANTAU LAMPUNG – Sustrisno Pangaribuan, aktivis 98 yang kini menjabat sebagai Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), menyoroti maraknya kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menekankan pentingnya pendekatan yang lebih cermat dalam menilai modus operandi korupsi yang terjadi. Menurutnya, kerap kali pihak swasta bukan semata-mata memberi suap, tetapi juga diperas oleh oknum penyelenggara negara.
Sustrisno menjelaskan bahwa hampir mustahil bagi perusahaan untuk memperoleh proyek pemerintah atau izin operasional tanpa adanya janji atau hadiah tertentu kepada pejabat. Bahkan, proyek yang sedang berjalan pun tidak jarang memerlukan pemberian tambahan kepada oknum pengawas, aparat penegak hukum, atau pejabat terkait agar tetap lancar. “Praktik ini sudah menjadi pola di seluruh Indonesia, di mana pihak swasta mengalokasikan 20 hingga 30 persen dari nilai kontrak sebagai hadiah atau janji kepada oknum penyelenggara negara dan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emmanuel Ebenezer, atau yang dikenal sebagai Noel, pada Rabu malam, 20 Agustus 2025, di Jakarta, menjadi contoh nyata bahwa bahkan aktivis atau tokoh yang pernah bersih pun sangat rentan terhadap godaan korupsi ketika memiliki kekuasaan. Tindakan Noel saat peringatan HUT ke-80 RI, termasuk berjoget di istana, menurut Sustrisno, mencerminkan perilaku yang merusak citra aktivis 98 sekaligus menunjukkan lemahnya kontrol etika di lingkaran pejabat dan aktivis yang memiliki akses kekuasaan.
Lebih jauh, Sustrisno menekankan urgensi regulasi yang lebih ketat dalam pemberantasan korupsi. Ia mendorong penerbitan Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mencakup pasal hukuman mati bagi koruptor, pemiskinan koruptor, serta perlindungan hukum bagi pihak swasta yang terbukti diperas. Dengan demikian, praktik pungli dan pemerasan dapat dibedakan dari kasus suap konvensional, dan memberikan efek jera yang lebih nyata bagi pelaku korupsi.
Menurut Sustrisno, KPK tidak hanya perlu menindak pelaku, tetapi juga harus memahami interaksi kompleks antara pihak swasta dan penyelenggara negara untuk mengungkap pola korupsi secara menyeluruh. Penangkapan Noel, di tengah peringatan HUT RI yang masih berlangsung, menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi harus bersifat tegas dan tidak pandang bulu, termasuk terhadap aktivis yang memiliki pengaruh politik maupun sosial.
Sustrisno mengingatkan bahwa langkah-langkah preventif, investigatif, dan edukatif sangat diperlukan agar praktik korupsi dapat ditekan secara sistematis. Ia berharap regulasi baru ini dapat membangun kesadaran etika pejabat negara sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pihak swasta yang menjadi korban pemerasan, sehingga Indonesia bisa menuju pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.***