PANTAU LAMPUNG- Paul Munster mungkin sedang berada di situasi pelik pada pekan ini, 18 Agustus 2025. Pelatih asal Irlandia Utara yang dipercaya menukangi Bhayangkara Presisi Lampung FC itu hanya mampu membawa tim barunya mengemas satu poin dari dua laga awal. Hasil tersebut jelas bukan start ideal bagi klub anyar yang baru saja bermarkas di Lampung dan digadang-gadang bisa menjadi kebanggaan baru masyarakat Sai Bumi Ruwa Jurai.
Pada pertandingan kandang perdana di Stadion Way Halim, Bandar Lampung, Sabtu, 16 Agustus 2025, Bhayangkara Presisi Lampung FC hanya bermain imbang melawan tim kuat PSM Makassar. Pertandingan yang sempat dipadati ribuan suporter itu sebenarnya diharapkan menjadi momentum awal untuk menorehkan sejarah kemenangan perdana di tanah Lampung. Namun, kenyataan berkata lain. Skor sama kuat membuat euforia suporter meredup meski tetap memberikan dukungan.
Lebih pahit lagi, di laga pembuka Super League Indonesia yang digelar di Kalimantan, Bhayangkara harus menelan kekalahan dari tuan rumah Borneo FC. Kekalahan ini menegaskan bahwa jalan Munster dan anak asuhnya tidak akan mudah. Padahal, secara finansial, klub ini terbilang mapan. Manajemen mendatangkan sejumlah pemain berkualitas, baik dari liga lokal maupun asing. Namun, dua hasil awal musim justru menempatkan mereka di papan bawah klasemen sementara, sebuah posisi yang jelas tidak sesuai ekspektasi.
Kondisi tersebut membuat publik mulai bertanya-tanya. Apakah Munster benar-benar mampu menghadirkan kejayaan seperti era Coach Simon McMenemy yang pernah membawa Bhayangkara menjadi juara liga? Atau justru tekanan besar sebagai pelatih tim baru dengan basis suporter yang fanatik akan membuatnya terjebak dalam dilema?
Tak hanya soal performa Bhayangkara Presisi Lampung FC, kabarnya kekalahan Manchester United dari Arsenal juga menambah beban pikiran Paul Munster. Sang penerjemah Munster sempat mengungkapkan, pada konferensi pers jelang laga melawan PSM, bahwa sang pelatih adalah penggemar berat Manchester United. Ia bahkan secara terbuka menyatakan tidak peduli dengan Arsenal maupun Mikel Arteta, meski publik justru sering membandingkan dirinya dengan Arteta.
“Warga Lampung mulai membandingkan Anda dengan Arteta karena kalian seusia dan sama-sama pelatih muda asal Eropa. Apakah Anda akan membawa gaya permainan adaptif ala Arsenal atau justru gaya reaktif yang berbeda?” tanya seorang jurnalis lokal dari Bandarlampung\_Pikiranrakyat.
Dengan wajah serius, Munster menjawab singkat, “Saya tidak suka Arsenal, saya tidak peduli Arteta.”
Namun, akhir pekan yang lalu justru memperlihatkan kenyataan pahit. Bhayangkara Presisi Lampung FC masih tertahan di papan bawah dengan hasil imbang, sementara Arsenal mampu menundukkan tim asuhan Ruben Amorim dengan Bruno Fernandes di dalamnya—salah satu sosok yang dikagumi Munster sebagai mantan bintang Manchester United. Situasi ini seolah menambah ironi: klub kesayangannya tumbang, tim yang diasuhnya juga belum mampu bangkit.
Kini, pertanyaan besar muncul di kalangan suporter Lampung. Apakah Munster bisa segera keluar dari tekanan dan meracik strategi baru agar Bhayangkara Presisi Lampung FC bangkit di laga-laga berikutnya? Ataukah ia akan terus dihantui bayang-bayang buruk hasil timnya sendiri dan kegagalan klub idolanya di Inggris?
Satu hal yang pasti, perjalanan Bhayangkara Presisi Lampung FC di musim debut Super League masih panjang. Namun, tanpa kemenangan segera, rasa galau Munster bisa semakin dalam—dan dukungan publik Lampung yang begitu besar pun bisa berubah menjadi tekanan yang tak kalah keras.***