PANTAU LAMPUNG— Polemik mencuat dari kalangan sekolah swasta menyusul kehadiran Sekolah Siger 1 hingga 4 yang didanai oleh APBD Kota Bandar Lampung. Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FKKS), Suprihatin, secara terbuka menyatakan bahwa kebijakan ini mencederai prinsip keadilan dan perjuangan panjang lembaga pendidikan swasta di kota ini.
Dalam keterangannya, Selasa (15/7/2025), Suprihatin menyebut bahwa prosedur pendirian Sekolah Siger terkesan diabaikan, tidak seperti sekolah swasta yang selama ini harus melalui proses ketat dan berliku.
“Mendirikan sekolah swasta itu tidak mudah. Harus ada SDM, tenaga administrasi, izin mendirikan bangunan, serta rekomendasi dari sekolah terdekat. Tapi Sekolah Siger? Tidak ada satu pun kepala sekolah swasta di sekitar lokasi yang merasa dimintai izin atau diajak komunikasi,” ujar Suprihatin dengan nada kecewa.
Tiga Pelanggaran Mendasar: Lingkungan, SDM, dan Legalitas
Suprihatin menilai, keberadaan Sekolah Siger setidaknya telah melanggar tiga aspek mendasar: lingkungan pendidikan yang belum memadai, ketidakjelasan tenaga pendidik dan administrasi, serta prosedur perizinan yang tidak transparan.
“Kita sebagai sekolah swasta dituntut mandiri, bahkan tidak boleh menahan ijazah siswa meskipun biaya administrasi belum lunas. Tapi ada sekolah yang belum jelas izinnya, belum lengkap SDM-nya, tapi bisa dapat APBD. Ini sungguh tidak adil,” tambahnya.
Ia mempertanyakan kenapa hanya Sekolah Siger yang mendapat dukungan dana dari APBD, sementara puluhan sekolah swasta lainnya juga melayani masyarakat dengan segala keterbatasan.
Dinas Pendidikan Provinsi: Sekolah Siger Bisa Jadi Masalah Baru
Seorang pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, yang enggan disebutkan namanya, juga menyuarakan kekhawatiran yang sama. Ia menilai, pendirian Sekolah Siger dilakukan secara terburu-buru dan minim koordinasi dengan pihak provinsi.
“Setahu saya, izin pendirian sekolah Siger belum sampai ke Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Kalau terus dipaksakan, ini akan menimbulkan persoalan baru ke depan,” ungkapnya melalui pesan singkat, Sabtu (12/7/2025).
Pendidikan atau Kepentingan?
Di tengah narasi mengentaskan anak putus sekolah, keberadaan Sekolah Siger justru memunculkan pertanyaan besar dari pelaku pendidikan. Apakah ini murni untuk pelayanan publik, atau justru terdapat kepentingan politik dan simbol kekuasaan?
FKKS menegaskan bahwa mereka bukan menolak upaya memperluas akses pendidikan, tetapi mendesak agar seluruh sekolah mendapat perlakuan adil, terutama dalam hal regulasi dan dukungan pembiayaan.
“Kalau memang tujuannya untuk anak-anak putus sekolah, kenapa tidak kolaborasi saja dengan sekolah swasta yang sudah ada? Kenapa harus membentuk sekolah baru dengan proses yang tidak transparan?” tegas Suprihatin.***