PANTAU LAMPUNG— Proses pendaftaran peserta didik baru Sekolah Siger 1 yang berlangsung di lokasi SMP Negeri 38 Bandar Lampung, Kamis (10/7/2025), menyisakan tanda tanya besar. Pasalnya, sekitar pukul 14.00 WIB, gerbang pendaftaran sudah ditutup, dan tidak satu pun panitia penerimaan siswa baru terlihat berada di lokasi.
Padahal, sejumlah masyarakat masih berharap bisa mendaftarkan anak mereka. Namun yang tampak di lokasi hanya puluhan siswa SMP yang sedang latihan Pramuka, tanpa aktivitas pendaftaran sama sekali.
Guru di Kantin: “Kami Tidak Tahu Soal Pendaftaran”
Saat ditelusuri lebih lanjut, dua guru SMPN 38 yang berada di kantin sekolah mengatakan tidak mengetahui apa pun mengenai penerimaan murid Sekolah Siger 1. Salah satu dari mereka terlihat sibuk di depan laptop, namun ketika ditanya, ia mengaku tak dilibatkan.
“Oh, enggak tahu, Mas. Kami baru datang. Soal pendaftaran Siger kami enggak tahu sama sekali,” ucap salah satu guru dengan santai.
Tidak Ada Petunjuk Teknis, Tidak Ada Kepastian
Dari informasi yang dihimpun dari salah satu kepala SMP yang juga menjadi lokasi kegiatan Sekolah Siger lainnya, jumlah pendaftar Sekolah Siger 1 baru mencapai 9 orang.
Lebih mengkhawatirkan, pihak panitia dari sekolah Siger di tempat lain juga mengonfirmasi bahwa tidak ada petunjuk teknis (juknis) mengenai jam operasional pendaftaran.
“Memang kita nggak ada aturan baku soal jam buka dan tutup pendaftaran,” ujar salah satu staf, di lokasi yang bahkan sudah tidak lagi menyediakan berkas administrasi.
Minim Koordinasi, Publik Bingung
Minimnya koordinasi antar pihak—baik dari panitia Sekolah Siger maupun sekolah induk tempat pelaksanaan—menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.
Di tengah harapan orang tua untuk mendapatkan akses pendidikan lanjutan, kejadian ini menjadi cermin lemahnya sistem pelaksanaan PPDB alternatif, khususnya yang melibatkan program-program non-struktural seperti Sekolah Siger.
“Penerimaan siswa baru seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan aksesibilitas. Jika pendaftaran bisa ditutup tanpa pemberitahuan dan tanpa panitia, bagaimana publik bisa percaya?” — salah satu wali murid yang enggan disebut namanya.***