PANTAU LAMPUNG— Ketegangan mencuat di ruang rapat Komisi V DPRD Provinsi Lampung pada Senin, 7 Juli 2025. Sekitar 20 kepala sekolah SMK swasta menyampaikan kegelisahan mereka atas ketimpangan regulasi dan kebijakan pendidikan yang dinilai tak adil. Salah satu sumber polemik: berdirinya Yayasan Sekolah Siger di tengah minimnya penerimaan siswa baru di sekolah swasta.
Kepala SMK PGRI 1, Muhammad Iqbal Cahyadi Syahputra, mengungkapkan keresahannya atas penggunaan gedung sekolah negeri oleh Yayasan Siger—yang dinilai bertentangan dengan regulasi. Ia merujuk pada Perpres yang melarang peminjaman gedung sekolah negeri oleh swasta.
“Saat kami ingin buka jurusan baru, syaratnya ketat. Tapi kenapa Yayasan Siger bisa langsung pinjam gedung SMP 38, 39, 44, dan 45? Ini tidak adil,” ungkap Iqbal.
Jeritan Swasta di Tengah Bayang-Bayang Negeri
Data dari Dinas Pendidikan menyebutkan, dari 14.527 lulusan SMP di Bandar Lampung tahun ajaran 2024/2025, sebanyak 12.057 sudah terserap ke SMA/SMK negeri. Sementara hanya 2.470 siswa tersisa untuk direbutkan lebih dari 50 sekolah swasta.
Kondisi ini mengakibatkan banyak SMK swasta kehilangan murid hingga terancam tutup. Kepala SMK 2 Mei, yang juga pensiunan PNS, menyebutkan bahwa sekolahnya yang dulu menampung 1.720 siswa kini hanya mampu menampung sekitar 500 orang. Sekolah lain seperti SMK 57 dan SMK Penerbangan Radin Intan bahkan hanya mendapat kurang dari 10 siswa.
Ketidakpastian Masa Depan Guru Swasta
Tak hanya soal siswa, kepala sekolah juga menyuarakan ancaman besar bagi para guru, termasuk yang telah bersertifikasi. Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta, Syamsu Rahman, bahkan menyebut situasi ini “menyesakkan dada.”
“Kami sedih, guru-guru bersertifikasi pun terancam menganggur. Padahal mereka adalah tenaga profesional yang telah lama mengabdi,” ucapnya penuh haru.
Syamsu juga mempertanyakan larangan kunjungan industri dalam surat edaran Dinas Pendidikan. “Kalau kunjungan industri dilarang, lalu bagaimana siswa SMK bisa menyentuh dunia kerja? Itu bagian dari kurikulum kami,” tambahnya.
Respons Dewan: Pro-Kontra dan Janji Evaluasi
Anggota Komisi V dari Fraksi Demokrat, Muhammad Junaidi, justru menilai pentingnya keberadaan sekolah gratis seperti Yayasan Siger. Ia mengaku bangga jika Indonesia bisa memberi akses pendidikan tanpa biaya.
Namun berbeda dengan Junaidi, anggota DPRD dari Fraksi PDIP, Budhi Chondrowati, justru menyoroti disparitas jumlah siswa baru antara sekolah negeri dan swasta. Ia mendorong agar Dinas Pendidikan mempertemukan dua pihak ini demi mencari solusi win-win.
Senada, Syukron Muchtar dari Fraksi PKS juga menjanjikan akan memanggil stakeholder pendidikan untuk membahas lebih lanjut polemik ini. Ia menegaskan pentingnya keadilan bagi sekolah swasta dalam sistem pendidikan daerah.
Panggilan untuk Gubernur dan Janji Perubahan
Puncaknya, salah satu kepala sekolah secara terbuka meminta agar Gubernur Lampung turun langsung menyikapi persoalan ini. Ia merasa telah ikut berjuang memenangkan Gubernur pada Pilkada lalu, namun kini merasa diabaikan.
“Kami guru, kami kepala sekolah, ingin mengajar, bukan terus bicara soal murid yang tak kunjung datang. Kami butuh keadilan,” tuturnya penuh tekanan.***