PANTAU LAMPUNG– Ketimpangan dalam kebijakan pendidikan kembali menjadi sorotan tajam para kepala sekolah swasta di Provinsi Lampung. Dalam forum dengar pendapat bersama Komisi V DPRD Lampung, Senin (7/7/2025), Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FKKS) menyampaikan keluhan soal minimnya dukungan terhadap keberlangsungan sekolah swasta di tengah dominasi sekolah negeri dan yayasan baru.
Kepala SMK PGRI 1 Bandar Lampung, Muhammad Iqbal Cahyadi Syah Putra, meminta agar Komisi V mendorong pemerintah untuk memaksimalkan fasilitas sekolah swasta yang selama ini terbengkalai.
“Yayasan Sekolah Siger, misalnya, tetap berbentuk yayasan, tetapi justru menggunakan gedung SMP negeri yang belum memiliki fasilitas memadai. Padahal secara aturan, pendirian sekolah harus melalui izin yang ketat,” tegas Iqbal, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010.
Iqbal menambahkan, sekolah swasta kerap kesulitan membuka jurusan baru karena harus mendapat persetujuan dari lima sekolah sekitar. “Namun di sisi lain, Sekolah Siger bisa mendapat izin dengan mudah dan langsung menempati gedung-gedung seperti SMPN 38, 39, 44, dan 45,” ujarnya.
Ia juga menyoroti dampak langsung kebijakan tersebut terhadap kesejahteraan guru honorer. “Siswa makin sulit didapat, sementara guru-guru honorer kami sangat bergantung pada keberlangsungan sekolah,” katanya penuh harap.
Ketua FKKS Lampung, Syamsu Rahman, turut mempertegas kegelisahan para kepala sekolah. Ia menilai tak ada regulasi konkret dari pemerintah untuk menopang eksistensi sekolah swasta. “Kalau bicara sekolah, artinya bicara nasib guru. Banyak yang sudah tersertifikasi tapi tetap menganggur,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi V DPRD Lampung, Budhi Condrowati, mengakui perlunya regulasi yang adil antara sekolah negeri dan swasta. Ia menyampaikan bahwa beberapa sekolah negeri menerima siswa hingga 800 orang, memaksa mereka membuka 20 rombongan belajar.
“Ini tidak seimbang. Idealnya, sekolah negeri dibatasi 10–12 roombel dan setiap kelas maksimal 36 siswa. Dengan begitu, sekolah swasta tetap punya ruang tumbuh,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi V lainnya, Muhammad Junaidi, menambahkan bahwa sekolah swasta juga perlu melakukan introspeksi pada sisi sistem dan strategi pemasarannya. “Kita perlu jujur melihat metode pendidikan dan marketing-nya. Banyak sekolah Islam Terpadu yang tidak kekurangan siswa, artinya kepercayaan publik itu bisa dibangun,” tutupnya.***