PANTAU LAMPUNG– Optimalisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bukan sekadar urusan angka, melainkan kunci strategis untuk mendorong Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa harus menaikkan tarif pajak.
Hal itu menjadi sorotan Dedi Erwansyah, Lurah Cempedak, Kecamatan Kotabumi, yang mengurai beberapa langkah konkret dalam mendorong peningkatan PAD Lampung Utara melalui optimalisasi PBB-P2.
1. Insentif untuk Petugas Pajak: Penggerak di Garis Depan
Petugas lapangan adalah ujung tombak keberhasilan pemungutan pajak. Mereka bersentuhan langsung dengan wajib pajak, menghadapi tantangan lapangan dan dinamika sosial.
“Memberikan reward atau upah pungut kepada petugas pemungut pajak akan sangat berdampak pada motivasi dan kinerja mereka,” jelas Dedi.
2. Kelurahan Juga Layak Diapresiasi
Selama ini, insentif dari capaian target pajak baru menyentuh desa, sementara kelurahan belum mendapatkan perlakuan yang setara.
“Padahal kelurahan juga punya kontribusi signifikan terhadap PAD. Target 90% lebih bukan hal mudah, tapi sangat mungkin dengan dukungan pemerintah daerah,” ujarnya.
3. Pendataan Ulang Wajib Pajak: Tutup Kebocoran
Salah satu masalah krusial adalah ketidakakuratan data wajib pajak, seperti alamat fiktif atau data yang tak lagi valid.
“Setiap tahun, petugas tetap ditugaskan menagih ke alamat yang bahkan tidak ada. Ini tidak efisien dan rawan kebocoran pendapatan,” ungkapnya. Maka, pendataan ulang dan pembaruan basis data menjadi langkah penting.
Langkah-Langkah Kecil, Dampak Besar
Dengan perhatian serius terhadap tiga aspek di atas, Lampung Utara memiliki peluang besar untuk meningkatkan PAD secara signifikan dan berkelanjutan, tanpa menambah beban masyarakat.
Dedi Erwansyah menegaskan bahwa komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan ini. “Kalau datanya rapi, petugasnya semangat, dan sistemnya adil, maka PBB-P2 bisa jadi sumber daya luar biasa untuk pembangunan daerah.”
Langkah konkret ini bukan sekadar catatan lurah, tapi seruan bagi pemerintah daerah untuk berbenah—bukan hanya memungut, tapi juga memberdayakan.***