PANTAU LAMPUNG — Mantan Penjabat Kepala Pekon Tanjung Sari, Kecamatan Bulok, Kabupaten Tanggamus, Fitra Yunistiawan, resmi divonis bersalah dalam kasus korupsi Dana Desa (DD) tahun anggaran 2020.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjung Karang menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta kepada terdakwa dalam sidang yang digelar pada Rabu, 4 Juni 2025. Putusan dibacakan oleh Hakim Ketua Aria Veronica, S.H., M.H., didampingi Hakim Anggota Charles Kholidy, S.H., M.H. dan Edi Purbanus, S.H.
“Menyatakan terdakwa Fitra Yunistiawan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001,” ujar Aria Veronica dalam amar putusannya.
Selain pidana penjara, terdakwa diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp582.471.369. Apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Jika denda Rp50 juta tidak dibayar, maka Fitra juga harus menjalani tambahan tiga bulan kurungan.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Tanggamus di Talang Padang, Topo Dasawulan, menyatakan bahwa vonis ini telah sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kedua belah pihak—baik terdakwa maupun JPU—menyatakan menerima putusan hakim.
Kasus ini bermula dari penyelidikan Cabjari Tanggamus sejak Juni 2024, yang ditingkatkan ke tahap penyidikan pada Agustus 2024. Fitra Yunistiawan, seorang ASN aktif di Pemkab Tanggamus, kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 18 September 2024, setelah menjalani pemeriksaan hampir enam jam.
Modus korupsi yang dilakukan FY di antaranya adalah:
- Mark-up kegiatan desa, dan
- Tidak menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa kepada masyarakat penerima, meskipun secara administrasi sudah dibuat SPj seolah-olah BLT telah disalurkan.
Audit dari Inspektorat Tanggamus menyebutkan, kerugian negara akibat perbuatan terdakwa mencapai lebih dari Rp550 juta.
Kasus ini menjadi bukti komitmen kejaksaan dalam menindak tegas pelaku korupsi di tingkat desa, sekaligus pengingat bagi para aparatur negara untuk mengelola dana publik secara jujur dan transparan.***