Oleh: Dedi Miryanto, S.E., M.Si
PANTAU LAMPUNG- Di tengah derasnya arus globalisasi dan monopoli pasar oleh korporasi besar, harapan baru tumbuh dari bawah: Koperasi Merah Putih, inisiatif pemerintah yang bertujuan membangkitkan kembali semangat ekonomi kerakyatan. Lebih dari sekadar lembaga ekonomi, koperasi ini menjadi simbol perjuangan rakyat untuk menggapai kedaulatan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Koperasi Merah Putih hadir bukan hanya untuk menyokong pelaku UMKM melalui pelatihan, akses permodalan, dan digitalisasi, tetapi juga untuk menghidupkan kembali semangat kolektif masyarakat yang selama ini terpinggirkan dalam ekosistem ekonomi modern.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tantangan tak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam tubuh koperasi itu sendiri. Pengelolaan yang belum profesional, rendahnya literasi keuangan pengurus, serta minimnya partisipasi aktif anggota menjadi batu sandungan yang harus diatasi.
“Koperasi harus kembali ke rohnya: dikelola secara transparan dan melibatkan anggota sebagai pemilik sejati,” kata seorang pegiat koperasi dari Lampung Selatan.
Mengacu pada pengalaman banyak BUMDes yang gagal berkembang akibat lemahnya manajemen dan akuntabilitas, Koperasi Merah Putih dituntut untuk belajar dari kegagalan tersebut. Keberhasilan koperasi hanya bisa dicapai jika masyarakat merasa memiliki dan terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan, bukan hanya sebagai objek program.
Membangun SDM koperasi yang handal menjadi langkah strategis. Dibutuhkan pelatihan berkelanjutan, pendampingan manajerial, serta penguatan nilai-nilai integritas dan tanggung jawab. Pemerintah pun dituntut tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga menjadi fasilitator dan mitra yang konsisten mendampingi dari hulu ke hilir.
Koperasi Merah Putih sejatinya adalah gerakan ekonomi yang mengakar pada semangat kemerdekaan—kemerdekaan dari ketergantungan, kemerdekaan dari kemiskinan, dan kemerdekaan dari dominasi pasar yang tidak adil.
Jika koperasi ini mampu dikelola dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan profesional, maka bukan tidak mungkin ia menjadi fondasi ekonomi nasional yang kokoh—berangkat dari desa, tumbuh di komunitas, dan berkontribusi besar bagi kesejahteraan bangsa.
“Koperasi bukan sekadar alat ekonomi, tetapi kendaraan sosial untuk mencapai kemandirian rakyat. Koperasi Merah Putih adalah nyala api dari semangat gotong royong yang tak boleh padam,” tutup Dedi dalam refleksi penutupnya.***