PANTAU LAMPUNG– Tim hukum pasangan calon gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi-Hasan Basri mengungkapkan adanya indikasi keterlibatan Presiden Joko Widodo dalam Pilkada Sumut yang saat ini tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Edy Rahmayadi, Bambang Widjajanto, menyoroti bahwa Pilkada Sumut berbeda dari pilkada lainnya. Menurut Bambang, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa salah satu calon gubernurnya, Bobby Nasution, merupakan menantu Presiden Jokowi.
“Karena ada salah satu calon gubernurnya adalah menantu mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia. Di Sumut pilkadanya rasa pilpres. Tidak ada di seluruh pilkada serentak di Indonesia tahun 2024 calonnya berasal dari anak menantu mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia,” kata Bambang.
Bambang menilai hubungan antara Jokowi sebagai mertua dan Bobby sebagai menantu menunjukkan adanya potensi “cawe-cawe” atau campur tangan dalam Pilkada Sumut, yang dapat mengancam prinsip independensi pemilu. Ia mengingatkan bahwa pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan adil sesuai dengan amanat Pasal 18 ayat 4 juncto Pasal 22E UUD 1945.
Selain itu, Bambang juga mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan penyelenggara, pengawas, hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam upaya memenangkan Bobby Nasution. Salah satu contoh yang disebutkan adalah peran Plt Bupati Tapanuli Selatan yang disebutkan mengarahkan kepala sekolah di seluruh Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memilih Bobby, serta ancaman jika mereka tidak memilih.
Bambang juga mencatat adanya keterlibatan kepala desa di Kabupaten Asahan yang disebutkan membagikan sembako kepada warga sebagai iming-iming agar memilih Bobby Nasution.
Di sisi lain, Bambang mencatat kegiatan Pejabat Gubernur Sumatera Utara yang membawa pihak terkait untuk melakukan safari dakwah, yang diduga memiliki kepentingan politik dalam Pilgub Sumut.
Selain itu, Bambang juga menyebutkan rendahnya partisipasi pemilih akibat bencana banjir yang melanda beberapa daerah di Sumatera Utara, termasuk Medan, Binjai, Deli Serdang, Langkat, dan Asahan. Dampak dari banjir ini, menurut Bambang, adalah kesulitan akses menuju TPS yang membuat warga memilih untuk membersihkan rumah mereka ketimbang datang ke tempat pemungutan suara.
Dengan adanya dugaan pelanggaran tersebut, Bambang meminta Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa TPS, terutama di tiga kabupaten/kota dan tiga kecamatan yang terdampak bencana banjir.***