PANTAU LAMPUNG– Pengenaan pasal Obstruction of Justice (OOJ) terhadap Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dinilai oleh partai berlambang banteng moncong putih sebagai sekadar formalitas teknis dalam prosedur hukum. PDIP menilai langkah ini lebih bernuansa politis daripada aspek hukum yang murni.
Ronny Talapessy, Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, menyatakan bahwa Hasto akhir-akhir ini sering melontarkan kritik tajam terhadap dugaan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama menjelang berakhirnya masa jabatannya.
“Hasto secara tegas menyuarakan penolakan terhadap segala upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, dan penyalahgunaan kekuasaan, terutama di penghujung kekuasaan Presiden Jokowi,” kata Ronny, menanggapi penetapan Hasto sebagai tersangka dalam kasus merintangi penyidikan ini.
Ronny berpendapat bahwa alasan penetapan Hasto sebagai tersangka lebih dilatarbelakangi oleh motif politik, mengingat sikap politik tegas yang diambil PDIP dalam menanggapi isu-isu yang dianggap mengancam demokrasi.
Sikap tersebut semakin terlihat jelas saat PDIP memecat sejumlah kader, termasuk beberapa tokoh yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi. “Baru minggu lalu partai mengambil langkah tegas dengan memecat kader-kader yang merusak demokrasi, seperti Jokowi, Gibran, dan Bobby,” ujar Ronny, yang juga pernah menjadi pengacara Bharada E dalam kasus penyelundupan narkoba.
Selain itu, Ronny juga menyoroti kebocoran informasi terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang seharusnya bersifat rahasia. Bocornya informasi tersebut, menurutnya, semakin memperburuk persepsi bahwa kasus ini penuh dengan politisasi hukum.
“Bocornya SPDP ke media massa, yang seharusnya hanya diketahui pihak terkait, semakin memperjelas adanya politisasi dalam proses hukum terhadap Sekjen DPP PDIP ini,” tegas Ronny.
Namun, meski demikian, PDIP menegaskan bahwa mereka akan tetap menghormati dan mematuhi proses hukum yang berlaku. “Kami tetap kooperatif dan mengikuti proses hukum yang ada, meskipun kami melihat adanya unsur politisasi dalam hal ini,” pungkasnya.***