PANTAU LAMPUNG– Desa Sinar Mulya, terletak di Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Lampung Utara, adalah sebuah wilayah yang memendam jejak sejarah. Terletak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Kotabumi, desa ini menyimpan cerita tentang sosok yang dihormati oleh masyarakat setempat, yakni Raden Ali bin Haji Mas Agus.
Untuk mencapai Desa Sinar Mulya, pengunjung harus menempuh perjalanan dari ibukota Lampung Utara menuju Bukit Kemuning, kemudian belok kiri setelah Pasar Ogan Lima. Jalan beraspal yang sesekali berbatu akan mengantarkan pengunjung ke Desa Tanjung Raja, salah satu dari 19 desa di kecamatan ini. Desa Sinar Mulya sendiri dipimpin oleh kepala desa bernama Sulki, yang telah menjabat selama lebih dari tiga periode.
Sinar Mulya dilintasi oleh Sungai Way Rarem, menjadikannya tempat yang asri dengan alam yang masih terjaga. Selain itu, desa ini juga memiliki kolam ikan sebagai salah satu daya tariknya. Namun, daya tarik terbesar desa ini terletak pada peninggalan sejarahnya, yakni jejak Raden Ali bin Haji Mas Agus, seorang penyebar agama Islam pada abad ke-19.
Jejak Raden Ali
Sulki, Kepala Desa Sinar Mulya, menjelaskan bahwa di desanya terdapat peninggalan yang diyakini sebagai tempat persinggahan Raden Ali bin Haji Mas Agus. Sosok suci ini hidup pada era yang sama dengan tokoh-tokoh legendaris seperti Putri Berambut Emas dan Raden Gangse, yang juga dikenal sebagai penyebar agama Islam di wilayah Lampung Utara.
“Sampai sekarang, jejak persinggahan Raden Ali masih ada di sini, tepatnya di area perkebunan sawit,” ujar Sulki. Bersama dua warga setempat, Husni Thamrin dan Nasir, Sulki menunjukkan lokasi dua batu yang menyerupai kursi di tengah rimbunan kebun sawit. Di tempat inilah, jejak sejarah Raden Ali masih tersisa, dan seringkali dijadikan tujuan ziarah.
Sulki menambahkan bahwa jejak persinggahan Raden Ali dipercaya memiliki kekuatan keramat. Tak hanya masyarakat setempat, para peziarah dari luar Lampung Utara pun kerap mendatangi tempat ini untuk mencari berkah.
Pada masa lampau, tempat ini juga dikenal sebagai tujuan bagi para pencari peruntungan, terutama mereka yang terlibat dalam judi angka. Menurut Sulki, ada banyak kisah tentang orang-orang yang datang untuk meminta angka keberuntungan di tempat ini. Salah satu cerita yang dikenangnya adalah ketika ia masih kecil. Seorang pendatang dari luar desa mencoba mencari angka nalo (judi) di tempat tersebut, meskipun telah diperingatkan oleh ayah Sulki agar tidak melakukan perbuatan syirik.
Namun, pendatang itu tetap nekat datang. Akibatnya, ia tersesat karena kabut tebal tiba-tiba menutupi jalan menuju jejak Raden Ali. Pendatang tersebut baru ditemukan sehari kemudian. Cerita mistis lainnya juga sering terdengar di kalangan warga. Ada yang mengaku tersesat atau bahkan tertidur di tempat lain ketika mencoba mengunjungi batu keramat tersebut dengan niat yang tidak baik.
Kisah Mistis
Sulki sendiri memiliki pengalaman pribadi dengan batu keramat tersebut. Suatu kali, ia pernah berujar ingin memecahkan batu tersebut. Tak lama setelah itu, ia bermimpi didatangi oleh Raden Ali, dan keesokan paginya, Sulki jatuh sakit tanpa sebab yang jelas. Penyakitnya tak kunjung sembuh, hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang “orang pintar” di Jawa Barat yang menyarankan agar Sulki mencabut perkataannya dan meminta maaf kepada batu keramat tersebut.
Sulki pun mengikuti saran tersebut, bahkan ia mencuci batu itu sebagai tanda permintaan maaf. Ajaibnya, setelah itu, penyakit yang dideritanya hilang. “Banyak cerita mistis seputar batu keramat ini,” kata Sulki, seraya menambahkan bahwa percaya atau tidak, semuanya tergantung pada keyakinan masing-masing.
Hingga kini, dua batu menyerupai kursi yang diyakini sebagai jejak persinggahan Raden Ali bin Haji Mas Agus masih berdiri kokoh di Desa Sinar Mulya. Bagi yang percaya, tempat ini menyimpan kekuatan sakral, namun bagi yang tidak, tetap menjadi bagian dari sejarah lokal yang patut dihormati. Wallahualam. ***