PANTAU LAMPUNG- Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan seorang oknum Kepala Desa Palas Bangunan, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan, kini telah memasuki ranah hukum. Kasus ini menuai berbagai respons dari para praktisi hukum yang menyoroti dua aspek utama, yakni hukum dan etika.
Ricardo, SH, seorang praktisi hukum yang juga penggiat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kalianda, menegaskan bahwa proses perdamaian dalam kasus ini tidak akan menghentikan proses hukum. Menurutnya, meskipun ada upaya damai, tindak pidana yang dimaksud tidak dapat dihentikan begitu saja karena berubah menjadi tindak pidana umum pada tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Umumnya kasus ini berawal dari laporan atau pengaduan korban, tetapi dalam proses selanjutnya, kasus ini akan diklasifikasikan sebagai tindak pidana umum,” kata Ricardo kepada Tim Pantau Media Group melalui sambungan WhatsApp pada Jumat malam, 30 Agustus 2024.
Ricardo, yang merupakan alumnus Universitas Janabadra Yogyakarta, menambahkan bahwa perdamaian dan pencabutan laporan tidak seharusnya menghentikan proses hukum. “Terlebih lagi jika pasal yang dikenakan adalah Pasal 289 KUHP, yang memiliki ancaman pidana hingga 9 tahun penjara,” tambahnya.
Ricardo juga menekankan bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga etika dan moral, mengingat oknum kepala desa adalah seorang pejabat publik yang terikat oleh sumpah jabatan. Ia berpendapat bahwa institusi di tingkat yang lebih tinggi, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten, seharusnya melakukan kajian etis terkait dengan tindakan oknum tersebut.
“Dengan adanya laporan dari korban, baiknya institusi atau lembaga di atasnya tidak hanya fokus pada aspek hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek etis. Misalnya, menonaktifkan sementara kepala desa dari jabatannya hingga proses hukum selesai,” jelas Ricardo.
Sejalan dengan Ricardo, Amri Shohar, SH, seorang praktisi hukum senior di Kota Kalianda, juga menyatakan bahwa perdamaian antara para pihak tidak dapat menghentikan proses hukum, terutama untuk kasus dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun. “Untuk perkara yang ancaman pidananya lebih dari 5 tahun, perdamaian atau pencabutan laporan tidak menghentikan proses hukum,” ujar Amri Shohar, yang merupakan alumnus Universitas Islam Indonesia (UII).
Sebelumnya, pada Jumat, 30 Agustus 2024, ratusan warga Desa Palas Bangunan mendatangi kantor desa untuk menuntut agar oknum kepala desa tersebut mundur dari jabatannya.***