PANTAU LAMPUNG – Isbedy Stiawan ZS, seorang penyair dan jurnalis, mewarnai dunia sastra dan jurnalisme Indonesia dengan karya-karyanya yang berani dan menyentuh. Dalam puisinya “Dari Moro Moro (Negeri Asing Itu) hingga Tanah Jiran”, Isbedy menguak kisah pilu masyarakat Moro-Moro di Kabupaten Mesuji, Lampung, yang terjerat dalam jerat ketidakadilan dan perampasan hak.
Masyarakat Moro-Moro, berjumlah sekitar 3.000 jiwa, telah mendiami Register 45 sejak tahun 1996-1997. Namun, krisis moneter dan minimnya dokumen kependudukan membuat mereka dicap sebagai “perambah hutan” dan termarginalisasi. Kekejaman ini, bagi Isbedy, jauh lebih pahit dibandingkan penjajahan Belanda. Akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan terputus, dan bayang-bayang penggusuran serta ketidakpastian hukum menghantui mereka.
Kisah Moro-Moro menjadi cerminan kelam perlakuan terhadap masyarakat marjinal di Indonesia. Di tengah gemerlap pembangunan, masih banyak saudara kita yang terpinggirkan dan kehilangan hak-hak dasarnya.
Isbedy Stiawan: Pena yang Berani dan Peduli
Menyaksikan penderitaan Moro-Moro, Isbedy Stiawan, yang telah berkarya selama 50 tahun, tidak tinggal diam. Ia menuangkan kepeduliannya melalui puisi esai dan laporan jurnalistiknya yang tajam dan menggugah hati.
Isbedy dikenal sebagai penulis yang bebas dan berani. Kritiknya terhadap pemerintah tak gentar ia suarakan, bahkan ketika genre puisi esai mendapat banyak cibiran.
Di usianya yang lebih dari 60 tahun, Isbedy tetap produktif berkarya. Semangat dan kegigihannya patut menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.
Selamat ulang tahun, Isbedy Stiawan! Semoga terus berkarya dan menjadi suara bagi mereka yang terbungkam.
Catatan:
- Informasi mengenai Isbedy Stiawan dan karyanya dapat ditemukan di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Isbedy_Stiawan_ZS