PANTAU LAMPUNG – Buku puisi Kota Cahaya karya Isbedy Stiawan ZS yang pertama kali diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 2005, kini diterbitkan ulang oleh penerbit Lentera pada Mei 2024.
Isbedy menjelaskan bahwa buku ini menghimpun 100 puisi pilihan yang ditulisnya sejak tahun 1984 hingga 2005. Edisi pertama diterbitkan oleh Grasindo pada 2005, dengan catatan penutup dari akademisi dan kritikus Suminto A Sayuti, jelas penyair yang dijuluki Paus Sastra Lampung oleh H.B. Jassin, Sabtu, 25 Mei 2024.
Dalam edisi ulang ini, pengantar dari terbitan pertama dan kedua tetap disertakan oleh sang penyair, Isbedy Stiawan ZS. Menurut Isbedy, penerbitan ulang Kota Cahaya adalah bagian dari upaya untuk mengabadikan karya-karya puisinya. Di masa mendatang, puisi-puisi ini masih dapat dinikmati dan dicermati, ujarnya.
Isbedy berharap para pecinta sastra mengunjungi buku digital yang diterbitkan oleh Lentera, yang menyediakan akses membaca melalui aplikasi khusus. Anda harus mengunduh aplikasinya terlebih dahulu, baru bisa membaca buku ini, termasuk karya-karya dari penulis lainnya, tambahnya.
Karya Sastra Tak Pernah Mati
Karya sastra memiliki daya tahan yang luar biasa, tetap relevan dan layak diterbitkan ulang meskipun telah berpuluh-puluh tahun berlalu. Salah satu buktinya adalah terbitnya kembali kumpulan puisi “Kota Cahaya” yang berisi 100 puisi pilihan dengan titimangsa 1984-2005.
Penerbitan ulang ini tidak lepas dari peran Yurie Arsyad Temenggung, mahasiswa S2 FKIP Universitas Lampung yang sedang menyusun tesis tentang puisi-puisi Isbedy. Saya sebenarnya ingin menerbitkan kembali antologi puisi ‘Rumah Cahaya’ yang pertama kali diterbitkan oleh Penerbit Grasindo pada tahun 2005 dengan editor Pamusuk Eneste, tapi terkendala karena tidak ada lagi dokumen dalam bentuk softcopy, ujar Isbedy.
Ketika Yurie datang ke rumah dan menemukan buku-buku koleksi Isbedy, dia menawarkan gagasan untuk menerbitkan kembali antologi Kota Cahaya. Yurie mengatakan bahwa saat ini sedang tren sastrawan menerbitkan kembali karya-karya lawas, kata Isbedy.
Isbedy kemudian menantang Yurie untuk mengetik ulang puisi-puisi itu. “Ternyata Yurie bersedia sehingga dimulailah proses penerbitan ulang ‘Kota Cahaya’. Saya kemudian menghubungi Lukman Hakim Daldiri, yang banyak mendokumentasikan karya-karya lawas saya, dan mendapatkan softcopy dari karya-karya saya sejak awal hingga tahun 2005,” terang Isbedy.
Dengan demikian, Yurie tidak perlu mengetik ulang seluruh karya dari antologi terbitan pertama, hanya perlu memperbaiki typo dan kesalahan ejaan.
Menariknya, buku kumpulan puisi Kota Cahaya kemudian dipublikasikan di platform Lentera, sebuah perpustakaan digital yang memberikan akses membaca gratis bagi para pengguna, namun tetap memberikan royalti kepada penulis. Royalti dibayar oleh penerbit Lentera berdasarkan halaman buku yang dibaca, atau view, ujar Isbedy.
Berikut penggalan puisi Kota Cahaya karya Isbedy Stiawan ZS yang menjadi judul antologi tersebut:
KOTA CAHAYA
pecahan-pecahan bintang yang merantau
sepanjang malam akan rebah di kota ini
juga sisa perjalananku penuh luka
sekejap lelap di pelukanmU***