SEMARANG, PL– Bengkel Sastra Taman Maluku (BeSTM) menggelar acara Mengenang NH Dini bertajuk : “Sepanjang Jalan Sekayu, Mengenang NH Dini”.
Gelaran acara yang dihadiri para sahabat NH Dini dari Rotary Club Semarang Kunthi, para sastrawan, tokoh masyarakat dan penggemarnya digelar di halaman rumah almarhum NH Dini di Jalan Sekayu 348, Kampung Sekayu, Semarang, Sabtu (4/3/2023). Gelaran acara dimulai dengan melafazkan doa bersama yang dipimpin Kiai Budi Maryono berlangsung dengan hikmat.
NH Dini adalah sebuah legenda sastra Indonesia. Siapa tak kenal NH Dini salah satu sastrawan Indonesia kenamaan asal Semarang. Penulis novel “Namaku Hiroko” ini wafat karena kecelakaan mobil pada 4 Desember 2018 di tol Tembalang, Semarang seusai pulang menjalani terapi pada usia 82 tahun.
Almarhumah NH Dini adalah sastrawan kelahiran Sekayu 29 Februari 1936 anak bungsu dari lima bersaudara dari pasagan RM Saljowidjojo dan Kusaminah bernama lengkap Nurhayati Sri Hartini Siti Nukatin.
Sulis Bambang dari BeSTM selaku inisiator acara yang juga sahabat NH Dini mengatakan, kegiatan yang mengusung tajuk : Sepanjang Jalan Sekayu, Mengenang NH Dini ini bertujuan untuk mengapresiasi perjungan tokoh litearsi dan merawat ingatan kalau Kota Semarang memiliki sastrawan besar yang sangat menginpirasi melalui karya-karyanya yang masih hidup hingga kini.
”Mbak NH Dini lahirnya tanggal 29 Februari, dulu semasa beliau masih ada biasanya kami sahabat-sahabatnya setiap tanggal 1 Maret merayakan hari ulang tahunnya dengan kumpul-kumpul dan makan bersama,” kenang penulis buku Surga di Mana ini.
Sulis Bambang selaku sahabatnya menambahkan, banyak kenangan dan hal yang dilaluinya bersama almarhumah NH Dini.
“Berbagai perjalanan sastra ke berbagai kota hingga ke Jerman. Terakhir mbak NH Dini menitipkan amplop berisi dana untuk keperluan biaya kremasi kalau beliau meninggal. Persahabatan kami awet karena saya orangnya nggak kepoan,” jelas founder BeSTm ini.
Hesty Utami dari Rotary Club Semarang Kunthi mengatakan, banyak hal dan kenangan yang apresiatif yang ditinggalkan almarhum selama membersamai Rotary Club Semarang Kunthi.
“Mbak NH Dini banyak ikut berperan dari sejak awal pembentukannya, ikut berkiprah dalam kegiatan, hingga menulis lirik Mars RC Semarang Kunthi. Beliau sangat menginpirasi, ” beber Hesty Utami.
Sementara Ari Purbana, tokoh masyarakat Sekayu, berharap Kota Semarang punya perhatian terhadap rumah peninggalan almarhumah yang dulu juga dijadikan pondok baca. Yang sementara ini hanya dirawat sendiri oleh keluarganya. Padahal rumah ini punya arti sejarah yang tak kecil bagi Kota Semarang.
“Dengan menelihara peninggalannya. Paling tidak kita tetap merawat ingatan Kota Semarang punya sastrawan besar kelahiran kampong Sekayu. Apalagi lokasinya tak jauh dari Balaikota,” ujar Ari pengelola Café Gete yang salah satunya menyajikan menu yang diberi nama wedhang NH Dini salah satu jalan untuk merawat kenangan tentangnya.
The City of NH Dini dan Museum
Sastrawan Triyanto Triwikromo mengatakan, ada tiga hal penting dan inpiratif yang telah dilakukan NH Dini untuk Kota Seamarang melalui karya-karyanya. Melalui tulisan-tulisannya NH Dini membangun monumen ingatan, melawan lupa dan kenangan kita ada.Dini mengajarkan karena menulis kita ada. Buktinya, hingga kini NH Dini tetap dikenal dan dikenang karena tulisan-tulisan karyanya.
“Kalau melihat karya-karyanya NH Dini selain sebagai sastrawan NH Dini juga adalah seorang sejarawan. Ini tidak banyak yang tahu. Melalui tulisan tulisan yang dikemas dengan gaya jurnalisme banyak mencatat tentang berbagai tempat yang ada di Kota Semarang.
Jadi, Menurut Tiyanto Triwikromo sangat kebangetan kalau Kota Semarang tidak mengapresiasi NH Dini denga karya-karyanya. Bahkan sangat pantas sebagai penghormatan kalau menjadikan NH Dini ikon kota Semarang.
“Kalau Praha dijuluki City of Kafka, tempat kelahiran pengarang Kafka. Semarang, The City of NH Dini mengapa tidak?, “ gagas pengarang yang mengaku satu-satunya yang menulis tentang Kiprah NH Dini di Dunia Seni Rupa.
Triyanto menambahkan NH Dini sebagai sastrawan asal Semarang banyak menuliskan kota Semarang dalam karya-karyanya. Misalnya dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku, Padang Ilalang di Belakang Rumah, Langit dan Bumi Sahabat Kami, Sekayu, dan Gunung Ungaran.
Karena itu, Triyanto berharap suatu saat Pemerintah Kota Semarang dapat mengapresiasi karya NH Dini dengan membangun museum yang kontenya berisi tentangnya.
Museum itu dapat memamerkan karya-karya NH Dini, peninggalan alat menulis NH Dini, hingga metode penulisan yang diterapkan almarhumah. Tidak ketinggalan lukisan-lukisan karya NH Dini yang semasa hidup juga pernah menggelar pameran tunggal.
“Mengapa Semarang tidak membuat Museum NH Dini? Seorang tokoh sastra yang selalu membawa Semarang dalam karya-karyanya, Mungkin tempatnya tidak di sini, karena dibutuhkan lahan yang lebih luas lagi, ” tandas Triyanto.
Gelaran acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh sastrawati Ibu Uun dan foto bareng di depan rumah peninggalan NH Dini.
(*)