SEMARANG, PL– Ada pemandangan yang tak biasa yang nampak siang itu di kawasan jalan MT Haryono, Kota Semarang. Puluhan orang berbusana sarung tampak berlenggak-lenggok bak model di traffic light perempatan kawasan Bangkong.
Menyambut Hari Sarung Nasional (HSN) tahun 2023 warga Semarang menggelar parade “Sarung On The Street”. Helat menyambut HSN ke-4 ini berlangsung Kamis (02/03/2023) puluhan warga Semarang laki –perempuan berkostum sarung beragam berparade menyususi pedestrian.
Pawai yang dari depan Klub Merby jalan MT Haryono ini menuju traffic light perempatan Bangkong.HSN sendiri ditabalkan Presiden Joko Widodo pada 3 Maret 2019.
Parade yang diikuti berbagai komunitas pelestari budaya di Kota Semarang ini bertujuan untuk kampanye mengajak masyarakat melestarikan sarung sebagai salah satu khazanah fesyen budaya Indonesia.
Aksi puluhan peserta parade ini yang memperagakan busana yang dipadupadankan dengan sarung menyita perhatian para pengguna jalan yang melintas. Apalagi mereka membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan; “ Lur, Sarungan Yuk,”, “ Save Sarung”, “Mbendino Sarungan Bareng”.“Sarung on the Street”, “Bersarung dalam Beraktivitas,” hingga “Save Sarung”.
Pada peringatan HSN ini mereka mengingatkan kembali dan mengajak masyarakat untuk memakai dan mempopulerkan serta melestarikan sarung merupakan budaya nasional.
Inisiator kegiatan Grace W Susanto, mengatakan bahwa dalam kegiatan tersebut pihaknya bersama sejumlah komunitas Semarang menggelar helat ini bertujuan untuk mengkampanyekan penggunaan sarung sebagai bentuk kepedulian pelestarian budaya nusantara.
“Pada momen peringatan Hari Sarung Nasional ini kembali memberikan semangat untuk mensosialisasikan kembali kepada masayarakat agar menggunakan sarung untuk melestarikan budaya nusantara ini, ” ujar aktivis budaya.
Kampanye ini, lanjut pemilik Klub Merby ini, salah satunya lewst gelsrsn fashion show di trotoar dan menyeberang di zebra cross sembari memberikan ajakan bersarung kepada pengguna jalan.
Pemilik Klub Merbi Grace W Susanto yang kesehariannya berprofesi sebagai dokter gigi tersebut juga telah menerapkan budaya bersarung sejak tahun 2012. Saat berpraktek di Kliniknya di kawasan Jl Erlangga Semarang, ia bersama para asistennya mengenakan sarung dengan beragam motif.
“Sarung itu mempunyai arti satu dikurung. Ada sarung yang merupakan kain melingkar dan dijahit, biasanya digunakan pria dan yang juga biasa digunakan umat muslim dalam beribadah salat, Ada juga sarung yang merupakan kain tanpa jahitan, penggunaannya dililitkan dan ada sekitar 40 cara/ model dalam mengenakannya, Ini biasanya digunakan wanita dan biasa disebut jarik, ” jelas pengurus Pepadi Kota Semarang.
Lebih lanjut Grace membeberkan, sarung di Indonesia juga beragam.Tiap daerah mempunyai ciri khasnya tersendiri, baik dari corak motifnya maupun ragam warnanya. Tiap daerah punya ragam dan coraknya masing-masing.Penggunaannya juga mudah/ simple dan bisa dipadupadankan dengan pakaian tradisional kebaya atau yang lainnya.
Menurutnya, sarung sangat sesuai digunakan berbagai kalangan usia maupun jenis kelamin mulai dari laki-laki, perempuan, anak-anak hingga orang lanjut usia (lansia).
“Kami berharap aksi ini bisa mendorong masyarakat untuk lebih mencintai dan suka memakai sarung. Jadi, tidak ada salahnya kita setiap hari, saat bekerja, santai, menggunakan sarung,” ujar pemerhati budaya ini mengingatkan.
(*)