PANTAU LAMPUNG– Sidang pra peradilan Dirut PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, hari ini (3/12) di PN Tanjungkarang bikin heboh publik. Dua ahli yang dihadirkan pemohon, yaitu Dian Puji Nugraha Simatupang (Ahli Keuangan Negara UI) dan Akhyar Salmi (Pakar Hukum Pidana UI), memberikan keterangan yang bikin proses penyidikan Kejaksaan Tinggi Lampung jadi dipertanyakan habis-habisan.
Dian Simatupang langsung menyoroti aspek keuangan. Dia bilang penetapan tersangka M. Hermawan Eriadi cacat prosedur karena tidak ada laporan resmi kerugian negara yang disampaikan. Menurut Dian, merujuk UU No. 15/2006, UU No. 15/2004, dan Peraturan BPK No. 1/2020, kerugian negara harus jelas: nyata, pasti, terukur, dan diketahui oleh pihak yang diperiksa. Tapi di kasus PT LEB, angka kerugian negara enggak pernah dikomunikasikan ke tersangka. “Sekadar indikasi aja enggak bisa jadi dasar penetapan tersangka. Audit harus jelas dulu, kalau enggak, unsur merugikan keuangan negara belum terpenuhi. Penetapan tersangka otomatis jadi nggak sah,” tegas Dian.
Dian juga menjawab pertanyaan seputar fasilitas negara dan participating interest (PI). Ia menegaskan, PI 10% yang diberikan LEB justru menghasilkan dividen untuk negara/daerah, bukan fasilitas negara. Hal ini bikin tuduhan terhadap LEB makin goyah karena dasar hukumnya dianggap tidak relevan.
Di sisi hukum pidana, Akhyar Salmi nggak kalah keras. Dia menyatakan Kejaksaan melanggar standar konstitusional, khususnya Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. Menurutnya, penetapan tersangka tanpa pemeriksaan materiil terhadap calon tersangka sama dengan melanggar *due process of law* dan asas *audi et alteram partem*. “Kalau tersangka enggak pernah diperiksa substantif, enggak dikasih tahu tuduhan, enggak dikonfrontasi dengan saksi, penetapan itu cacat formil dan harus dibatalkan,” jelas Akhyar.
Selain itu, kedua ahli sepakat bahwa Kejati Lampung belum menunjukkan dua alat bukti yang sah. Bahkan surat penetapan tersangka enggak menyebutkan perbuatan melawan hukum secara spesifik. Akhyar menegaskan, tanpa dua alat bukti dan uraian perbuatan, penetapan tersangka cuma dugaan administratif tanpa dasar legal, dan kalau penyidik menetapkan tersangka dulu baru cari bukti kemudian, itu sama dengan abuse of power.
Kuasa hukum M. Hermawan, Riki Martim, menyebut keterangan dua ahli ini sebagai pukulan telak buat Kejaksaan. “Bukti nggak lengkap, kerugian negara nggak jelas, calon tersangka enggak pernah diperiksa secara materiil. Semua syarat konstitusional dilanggar. Penetapan tersangka ini berdiri di atas kekosongan bukti. Hakim harus mempertimbangkan hal ini dengan bijak,” katanya.
Sidang pra peradilan ini akan dilanjutkan besok, Kamis, 4 Desember 2025, dengan agenda kesimpulan dari pemohon dan termohon. Namun kabarnya Kejaksaan tetap enggak akan menghadirkan saksi atau ahli, bikin banyak pihak makin penasaran dan netizen makin ramai bikin prediksi soal nasib M. Hermawan Eriadi.
Drama sidang PT LEB ini jelas masih jauh dari selesai. Dari bukti yang belum lengkap, prosedur yang dipertanyakan, sampai ahli UI yang buka mata publik soal penyidikan, semua bikin kasus ini jadi sorotan utama masyarakat dan pengamat hukum. Jangan sampai ketinggalan update selanjutnya, karena tiap sidang selalu penuh plot twist!***








