PANTAU LAMPUNG— Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Lampung menegaskan komitmennya untuk mengawal secara penuh kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa MO (25), warga Kelurahan Kota Alam, Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara. Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut keselamatan korban sekaligus janin yang ada dalam kandungannya.
Langkah pengawalan dilakukan melalui kunjungan langsung Ketua Komnas PA Lampung, Arieyanto Wertha, SH, ke Mapolres Lampung Utara pada Kamis (23/10/2025). Turut mendampingi kunjungan ini Komisioner Bidang Pengaduan dan Bantuan Hukum, Lea Triani Octora, SH, serta Komisioner Bidang Humas, Informasi dan Komunikasi, Junaidi Ismail, SH. Kunjungan ini sekaligus menjadi momentum untuk menyerahkan surat resmi Komnas PA Nomor: 028/Komnaspa/Lpg/X/2025 kepada Kapolres Lampung Utara, berisi permintaan tindak lanjut atas laporan yang telah dibuat MO di Unit PPA Polres Lampung Utara.
Dalam surat tersebut, Arieyanto menyampaikan kronologi kasus yang dialami MO. Korban telah melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya pada 18 Oktober 2025 dan meminta perlindungan serta pendampingan di luar jalur peradilan. Kasus ini telah terdaftar resmi di Polres Lampung Utara dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTPL/B/536/IX/2025/POLRES LAMPUNG UTARA/POLDA LAMPUNG tertanggal 30 September 2025, dengan terlapor atas nama AA.
“Korban sudah menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Handayani Kotabumi oleh dr. Endang, dan hasilnya menunjukkan bahwa korban positif hamil. Rekam medis ini sudah kami lampirkan dalam laporan,” terang Arieyanto. Ia menambahkan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diperbarui menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, janin dalam kandungan korban juga dikategorikan sebagai anak, sehingga kasus ini menyangkut dua nyawa yang perlu perlindungan hukum.
Selain Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan, pelaku juga dapat dijerat Pasal 76C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. “Ini menegaskan bahwa hukum memberikan perlindungan maksimal, bukan hanya untuk korban, tapi juga janin dalam kandungan,” tegas Arieyanto.
Komnas PA Lampung juga menyoroti belum diterimanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) oleh korban, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Arieyanto menekankan perlunya tindakan cepat dari kepolisian. “Kami mendesak Polres Lampung Utara segera menetapkan tersangka dan melakukan penahanan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan tidak ada perlindungan terhadap pelaku,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Lampung Utara, AKP Apfriyadi Pratama, S.Tr.K., S.Ik., MM, menegaskan pihaknya akan memproses kasus ini secara transparan dan profesional. “Kami berkomitmen membuka kasus ini seterang-terangnya demi tegaknya hukum yang berkeadilan, sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ujar Apfriyadi.
Sementara itu, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Lampung Utara, Yuyun Indriastuti, SE, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan langsung kepada korban. “Tim kami melakukan pemantauan perkembangan kondisi korban, memberikan rekomendasi visum gratis, dan mendampingi korban dalam sesi konseling psikologis. Kami siap mendampingi proses persidangan bila diperlukan,” jelas Yuyun.
Dari hasil asesmen psikologis yang dilakukan oleh Azola, SPsi, MPsi, psikolog yang menangani MO, korban kini berada dalam kondisi psikis yang sangat rentan. “Korban mengalami depresi berat, kehilangan produktivitas, dan kemampuan interaksi sosialnya menurun. Ia juga menunjukkan kontrol diri yang lemah akibat tekanan psikologis. Pendampingan intensif dan terapi jangka panjang diperlukan untuk memulihkan rasa aman dan kepercayaan dirinya,” jelas Azola.
Arieyanto Wertha menegaskan bahwa Komnas PA Lampung akan terus memantau perkembangan kasus ini hingga proses hukum selesai. “Korban dan janin adalah dua nyawa yang wajib dilindungi negara. Tidak boleh ada pelaku kekerasan seksual yang berlindung di balik proses hukum yang lambat atau prosedur yang berbelit-belit,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Jangan sampai korban kekerasan seksual dibiarkan berjuang sendiri. Kami akan kawal kasus ini hingga pengadilan, memastikan hak-hak korban terpenuhi dan pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal,” tutup Arieyanto.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terlapor AA belum memberikan respons atas konfirmasi via WhatsApp maupun telepon di nomor 082280029xxx. Kasus ini tetap menjadi sorotan masyarakat Lampung, khususnya dalam hal perlindungan hak-hak perempuan dan anak di tengah maraknya kekerasan seksual.***










