PANTAU LAMPUNG– Masyarakat Kabupaten Tanggamus dihebohkan dengan kabar perampokan sadis yang menimpa seorang gadis muda di Kecamatan Wonosobo. Namun setelah penyelidikan intensif dilakukan oleh jajaran Polres Tanggamus, fakta yang terungkap justru berbalik seratus delapan puluh derajat. Kasus yang semula dikira kejahatan mencekam itu ternyata hanyalah rekayasa yang dibuat oleh korban sendiri demi menutupi masalah pribadi.
Kasat Reskrim Polres Tanggamus, AKP Khairul Yasin Ariga, S.Kom., M.H., menjelaskan bahwa laporan palsu tersebut dilayangkan oleh seorang wanita berinisial BC, berusia 21 tahun, warga Pekon Banyu Urip, Kecamatan Wonosobo. Dalam laporan awalnya, BC mengaku menjadi korban perampokan di rumahnya. Ia menuturkan telah diserang tiga pria bertopeng yang menodongkan senjata tajam, mencekiknya, dan membawa kabur uang tunai Rp10 juta beserta perhiasan emas seberat lima gram.
Namun, hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Tanggamus menemukan berbagai kejanggalan di lokasi kejadian. Tidak ada tanda-tanda kekerasan atau perlawanan di rumah tersebut, dan keterangan korban sering berubah-ubah. Bahkan, luka yang tampak di tubuh BC tidak sesuai dengan narasi penyerangan brutal yang ia ceritakan.
“Setelah kami lakukan pemeriksaan intensif, pelapor akhirnya mengakui bahwa semua ceritanya tidak benar. Ia sendiri yang membuat luka menggunakan pinset agar tampak seperti bekas kekerasan,” ujar AKP Khairul mewakili Kapolres Tanggamus, AKBP Rahmad Sujatmiko, Senin (20/10/2025).
Lebih lanjut, BC juga mengaku bahwa luka di kakinya bukan akibat serangan pelaku, melainkan karena kecelakaan kecil saat memperbaiki pagar rumah. Dari hasil interogasi, terungkap bahwa alasan di balik laporan palsu tersebut adalah tekanan ekonomi. BC mengaku terlilit utang kepada seorang rentenir ketika masih bekerja di Jakarta. Awalnya ia hanya meminjam Rp500 ribu, namun bunga yang menumpuk membuat jumlah utangnya membengkak hingga mencapai Rp15 juta.
Terdesak oleh tagihan yang terus datang, BC kembali meminjam uang Rp5 juta dari temannya bernama Salsa, serta menyerahkan perhiasan emas seberat lima gram sebagai jaminan. Namun setelah semua uang simpanannya habis, ia panik dan mencari cara untuk menjelaskan kepada keluarga mengapa uang dan emas tersebut lenyap. Akhirnya, ia menyusun skenario perampokan agar tampak seperti korban kejahatan.
“Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa tekanan ekonomi bisa mendorong seseorang melakukan tindakan ekstrem. Namun laporan palsu adalah pelanggaran serius dan tetap kami tindak secara hukum,” tegas Kasat Reskrim.
Menurut AKP Khairul, BC dapat dijerat Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu kepada pihak berwenang. Ancaman hukumannya bisa berupa pidana penjara. Polisi juga menyiapkan video pengakuan dari BC sebagai bukti tambahan dalam proses penyelidikan. Dalam video itu, BC dengan jujur mengakui bahwa peristiwa perampokan yang sempat viral di media sosial tidak pernah terjadi.
“Saya membuat kronologis tersebut karena terlilit hutang, sehingga saya membuat cerita dan laporan polisi di Polres Tanggamus,” ungkap BC dalam video pengakuannya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jajaran kepolisian, khususnya Satreskrim Polres Tanggamus, serta masyarakat luas yang sempat resah akibat berita bohong yang tersebar.
“Saya memohon maaf atas perbuatan saya hingga viral di media sosial, dan saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” tutupnya.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat agar tidak bermain-main dengan hukum. Polisi menegaskan bahwa setiap laporan akan diproses secara profesional dan transparan. Namun apabila terbukti palsu, pelapor harus siap menanggung konsekuensi hukum yang berlaku.
Kasus ini juga menjadi refleksi sosial bahwa tekanan finansial dapat membuat seseorang kehilangan nalar sehat, sehingga diperlukan peran keluarga dan lingkungan untuk memberikan dukungan emosional sebelum seseorang mengambil langkah-langkah berisiko.***