PANTAU LAMPUNG– Pemerintah daerah Lampung Selatan tengah berada di persimpangan pembangunan yang krusial. Pilihan yang dihadapi sangat menentukan masa depan kesejahteraan masyarakat: apakah fokus pada pengembangan pariwisata mewah yang menargetkan kalangan atas, atau memprioritaskan perbaikan infrastruktur jalan yang menjadi urat nadi ekonomi rakyat sehari-hari?
Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Gema Masyarakat Lampung (DPD LPKSM-GML) kembali menyoroti situasi ini dengan tajam. Ketua DPD LPKSM-GML Lampung Selatan, Husni Piliang, menegaskan bahwa setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan dampak langsungnya terhadap seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada kondisi jalan dan fasilitas publik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fenomena Pariwisata Mewah Yang Kian Eksklusif
Husni Piliang mengamati bahwa tren pembangunan destinasi wisata di Lampung Selatan cenderung mengarah pada segmen menengah ke atas. Resort pantai mewah, glamping dengan fasilitas premium, hingga kafe-kafe estetik yang menawarkan harga tinggi, semakin banyak bermunculan. Namun, akses bagi masyarakat lokal justru terbatas karena harga tiket dan biaya akomodasi yang tinggi.
“Bagaimana kesejahteraan bisa meningkat jika masyarakat sendiri tidak mampu menikmati hasil pembangunan daerahnya? Pariwisata harus inklusif, merangkul semua lapisan masyarakat, bukan menciptakan sekat sosial dan ekonomi. Destinasi yang mahal hanya dinikmati oleh segelintir orang, sementara potensi ekonomi lokal melalui UMKM seringkali terlewatkan,” tegas Husni Piliang.
Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan kepemilikan objek wisata masih minim. Padahal, partisipasi warga dalam pengembangan wisata dapat meningkatkan pendapatan mereka sekaligus memperkuat identitas budaya lokal.
Dampak Infrastruktur Jalan Buruk Bagi Kehidupan Rakyat
Di sisi lain, kerusakan infrastruktur jalan menimbulkan dampak yang jauh lebih serius bagi masyarakat. Jalan-jalan berlubang, berlumpur saat musim hujan, atau bahkan terputus, menghambat distribusi barang dan jasa. Petani kesulitan membawa hasil panen ke pasar, pedagang kecil menanggung biaya transportasi yang lebih tinggi, dan waktu tempuh menjadi lebih lama.
“Perbaikan jalan bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga soal keadilan sosial, pemerataan kesempatan ekonomi, dan akses dasar bagi warga negara. Jalan rusak juga menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, menambah beban masyarakat,” jelas Husni. Anak-anak kesulitan mengakses sekolah, pasien darurat terhambat menuju fasilitas kesehatan, dan biaya perawatan kendaraan meningkat. Semua ini menunjukkan bahwa infrastruktur jalan merupakan prioritas yang mendesak.
Desakan Pembangunan Yang Berpihak Pada Rakyat
Menyikapi kondisi ini, DPD LPKSM-GML Lampung Selatan mendesak pemerintah daerah untuk meninjau ulang kebijakan prioritas pembangunan. Mereka merekomendasikan agar anggaran dialokasikan secara proporsional untuk perbaikan dan pembangunan jalan di seluruh wilayah, sambil tetap mendorong sektor pariwisata yang inklusif dan berbasis komunitas.
“Pariwisata berbasis komunitas, yang melibatkan masyarakat lokal melalui UMKM, pengelolaan homestay, atau atraksi budaya, harus didorong. Destinasi yang terjangkau untuk semua lapisan masyarakat akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, berkelanjutan, dan adil bagi seluruh warga Lampung Selatan,” pungkas Husni.
LPKSM-GML menekankan bahwa pembangunan yang adil dan merata adalah kunci menuju kesejahteraan sejati, di mana seluruh warga daerah mendapatkan manfaatnya, bukan hanya segelintir kelompok dengan modal besar. Pihaknya berharap pemerintah daerah mendengarkan aspirasi rakyat dan mengambil langkah yang tepat agar Lampung Selatan bisa tumbuh secara berkelanjutan dan inklusif.***