PANTAU LAMPUNG – Situasi sosial dan politik di Indonesia semakin memanas. Kemarahan rakyat terhadap berbagai simbol kekuasaan, mulai dari DPR, Kepolisian, Menteri Keuangan, hingga anggota DPR yang terbuka memamerkan harta kekayaan, menjadi cerminan nyata adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi yang terus melebar. Ketimpangan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga di kalangan tani, nelayan, buruh, mahasiswa, hingga kelompok masyarakat yang terdampak langsung kebijakan pemerintah.
Di tengah gejolak sosial ini, Presiden dinilai terkesan membisu terhadap aspirasi rakyat. Dialog publik yang dibuka pemerintah lebih banyak menghadirkan kelompok elit dan organisasi tertentu, sementara denyut kehidupan masyarakat kecil yang sehari-harinya menghadapi dampak kebijakan negara justru luput dari perhatian. Akibatnya, sejumlah kebijakan yang dinilai memberatkan rakyat, termasuk kenaikan pajak dan tunjangan yang tidak pro-rakyat, tetap berjalan mulus seolah mendapat legitimasi dari elit politik semata.
Menanggapi kondisi tersebut, Gerbang Tani menegaskan perlunya langkah konkret dari Presiden dengan segera membuka Dialog Persatuan Kerakyatan. Dialog ini harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang terdampak secara langsung, termasuk perwakilan mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, kelompok korban kebijakan, pengemudi ojek online yang menuntut keadilan, hingga rakyat kecil lainnya. Tujuan utama dialog ini adalah mendengar secara langsung aspirasi rakyat sekaligus membangun kepercayaan sosial yang semakin menipis.
Gerbang Tani juga mengusulkan pembentukan Satgas Persatuan Kerakyatan, yang terdiri dari unsur rakyat dan pemerintah, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Memulihkan keamanan dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan institusi negara.
2. Memastikan agenda kerakyatan, termasuk perlindungan hak-hak buruh, tani, nelayan, masyarakat adat, mahasiswa, dan kelompok pengangguran, benar-benar dijalankan.
3. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan boros, tidak efisien, atau anti-rakyat yang selama ini menimbulkan ketidakpuasan sosial.
4. Mengembalikan arah pembangunan nasional sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menekankan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.
Ketua Gerbang Tani, Idham Arsyad, menegaskan, jika Presiden tidak segera membuka ruang dialog sejati dengan rakyat, krisis kepercayaan akan semakin mendalam. “Negara tidak boleh terus-menerus berdiri di atas legitimasi semu dari elit. Saatnya Presiden turun langsung mendengar suara rakyat, bukan hanya suara lingkaran kekuasaan. Keadilan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi fokus utama pemerintah,” ujar Idham Arsyad dengan tegas.
Pernyataan Gerbang Tani ini sejalan dengan himbauan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum PKB, dalam agenda MUNAS Perempuan Bangsa, yang mengingatkan agar seluruh unsur legislatif dan eksekutif dari PKB menjaga ucapan, sikap, dan perilaku mereka dalam melayani rakyat. “Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat. Di pundak kita ada tanggung jawab moral dan politik untuk membela kepentingan mereka,” tegas Muhaimin Iskandar.
Gerbang Tani menekankan bahwa Dialog Persatuan Kerakyatan bukan sekadar acara formal, tetapi harus menjadi ruang nyata untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi, dan membangun kebijakan yang berpihak pada rakyat. Dengan partisipasi langsung dari rakyat, pemerintah diharapkan mampu menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan nyata masyarakat, mengurangi ketimpangan sosial, serta menumbuhkan rasa keadilan dan kesejahteraan yang merata.***