PANTAU LAMPUNG– Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Munir Abdul Haris, kembali menyoroti fenomena tingginya jumlah perokok di Lampung yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menempatkan provinsi ini sebagai wilayah dengan persentase perokok terbesar di Indonesia, mencapai sekitar 36 hingga 37 persen dari total penduduk dewasa.
Menurut Munir, fakta ini seharusnya menjadi peluang strategis dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui sektor pajak rokok. “Jika Lampung memiliki jumlah perokok terbesar, maka potensi pendapatan dari pajak rokok juga seharusnya paling tinggi. Namun, saya belum menemukan data komparatif yang jelas antara Lampung dengan provinsi lain, apakah benar Lampung berada di posisi teratas,” ungkapnya pada Senin (11/8/2025) di Bandar Lampung.
Selain itu, Munir menyoroti peredaran rokok ilegal yang semakin marak di tengah masyarakat Lampung. Ia menilai fenomena ini sangat merugikan berbagai pihak, termasuk konsumen yang membeli dengan harga tinggi, namun negara dan pemerintah daerah tidak menerima pemasukan pajak yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Masyarakat terpaksa membeli rokok dengan harga mahal, namun Bea Cukai tidak mendapatkan pemasukan, begitu pula pemerintah daerah yang tidak menerima bagi hasil dari pajak rokok. Hal ini jelas merugikan keuangan negara dan daerah,” jelasnya.
Munir menegaskan bahwa upaya pengawasan dan penindakan oleh Bea Cukai bersama aparat penegak hukum harus lebih diperkuat dan dioptimalkan untuk memberantas peredaran rokok ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.
“Jika peredaran rokok ilegal masih marak, berarti penindakan belum berjalan optimal. Pemerintah harus memperketat pengawasan dan memberi sanksi tegas kepada pelaku agar pendapatan daerah tidak terus bocor,” tegasnya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung 2025, target penerimaan pajak rokok ditetapkan sebesar Rp739,086 miliar. Angka ini tetap dipertahankan dalam Rancangan Perubahan APBD 2025. Namun, Munir mempertanyakan apakah target tersebut sudah realistis dan sesuai dengan besarnya populasi perokok di Lampung.
“Angka target penerimaan pajak rokok yang sebesar Rp739 miliar itu tentu harus didukung dengan pengawasan ketat dan pengendalian peredaran rokok legal di pasar. Semua rokok yang beredar harus dapat dipastikan legalitasnya agar pemerintah dan daerah mendapatkan haknya,” ujar Munir.
Lebih lanjut, Munir mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah provinsi, Bea Cukai, aparat kepolisian, serta masyarakat untuk bersama-sama mendorong kesadaran akan pentingnya membeli rokok legal dan menolak peredaran rokok ilegal.
“Selain meningkatkan pendapatan daerah, pengawasan ketat juga akan membantu menekan peredaran produk ilegal yang seringkali tidak terjamin kualitas dan keamanannya. Ini penting bagi kesehatan masyarakat dan keuangan negara,” pungkas Munir Abdul Haris.***