SAMUDERA NEWS- Pemerintahan Prabowo-Gibran kini berada di fase krusial, ibarat usia kehamilan yang tengah menunggu waktu kelahiran—penuh harap sekaligus kecemasan. Begitu pula suasana batin para pembantu presiden di kabinet. Harap-harap cemas karena evaluasi kinerja mulai digulirkan, reshuffle pun menjadi perbincangan hangat.
Dalam perjalanannya, pemerintahan Prabowo-Gibran membawa visi untuk menjaga stabilitas nasional dan memperkuat daya beli masyarakat demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, efektivitas program tentu sangat tergantung pada kinerja para menteri. Sayangnya, tidak semua seirama. Beberapa justru menjadi beban politik dan publik, bahkan dianggap merugikan citra pemerintahan itu sendiri.
Salah satu yang menjadi sorotan tajam adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Ia dinilai kerap membuat kebijakan yang tidak hanya kontraproduktif, tapi juga menimbulkan keresahan di masyarakat.
Catatan Blunder Menteri Bahlil:
- Kebijakan Gas Elpiji 3 Kg:
Langkah membatasi distribusi elpiji 3 kg dinilai menyusahkan rakyat kecil, mematikan usaha mikro dan warung tradisional. Padahal, Presiden Prabowo telah berulang kali menegaskan komitmennya untuk berpihak pada kelompok akar rumput. - Proyek Hilirisasi DME Berbasis Batu Bara:
Proyek ini digagas dengan pembiayaan dari Danantara yang justru berpotensi membebani keuangan negara. Selain itu, kebijakan ini dianggap menabrak Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba. - Pernyataan Soal Pengemudi Ojol dan Subsidi BBM:
Pernyataan yang menyebut pengemudi ojek online tidak termasuk penerima subsidi sempat menimbulkan gejolak dan dianggap tidak peka terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Kontroversi Lain yang Menyertai Bahlil:
- Dalam pidato politiknya sebagai Ketua Umum Partai Golkar, ia menyebut “Raja Jawa”, yang menimbulkan kegaduhan.
- Beredarnya foto bersama botol minuman keras.
- Diduga sebagai penggerak pembubaran Diskusi Kebangsaan di Hotel Grand Kemang.
- Terungkapnya dugaan plagiarisme dalam disertasi doktoralnya dengan similarity index mencapai 95%, meniru karya mahasiswa UIN Jakarta.
Berbagai catatan ini menunjukkan bahwa Bahlil bukan hanya tidak selaras dengan arah kebijakan Prabowo-Gibran, tetapi juga menjadi titik lemah dalam konsolidasi dan citra pemerintahan. Oleh karena itu, reshuffle terhadap posisi Menteri ESDM dinilai sebagai langkah strategis yang mendesak untuk menjaga integritas dan efektivitas kabinet.
Presiden Prabowo harus berani melakukan pembersihan kabinet agar roda pemerintahan tetap sejalan dengan semangat perubahan dan keberpihakan pada rakyat. Jika dibiarkan, blunder serupa berpotensi menjadi liabilitas politik dan memperlambat agenda besar pembangunan nasional.***