PANTAU LAMPUNG— Dalam suasana penuh kehangatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung, Prof. Dr. KH. Moh. Mukri, M.Ag., menerima kunjungan para inisiator Gerakan Lampung Anti LGBT, Selasa (8/7/2025).
Pertemuan berlangsung di kediaman Prof. Mukri, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan masyarakat seperti Dr. H. Firmansyah, Habib Umar Asegaf, KH. Ansori, S.P., KH. Sulaiman, dan Khadafi, S.P., M.M.
Kekhawatiran Bersama: LGBT di Lampung Dinilai Mengkhawatirkan
Mewakili rombongan, Dr. Firmansyah menyampaikan keresahan atas maraknya fenomena LGBT, terutama di kalangan pelajar dan media sosial.
“Kami datang bukan untuk menghakimi, tapi mencari petunjuk moral dan spiritual dari MUI agar gerakan ini berdiri di atas nilai yang benar,” ungkapnya.
🗣️ Prof. Mukri: Negara Harus Turun Tangan
Menanggapi itu, Prof. Mukri menyampaikan bahwa MUI hanya punya “petunjuk” moral, sementara pejabat publik seperti gubernur, bupati, dan wali kota punya “telunjuk” atau kewenangan nyata untuk bertindak.
“Negara tidak boleh diam. Ini bukan sekadar isu agama, tapi menyangkut masa depan generasi dan stabilitas sosial kita,” ujarnya.
Prof. Mukri juga mengingatkan pentingnya analisis sosial yang mendalam, bukan sekadar reaktif, agar solusi yang diambil tepat sasaran dan humanis.
Dialog Penuh Semangat, Diakhiri Doa Bersama
Pertemuan ditutup dengan doa yang dipimpin langsung oleh Prof. Mukri. Ia mendoakan agar perjuangan para tokoh dalam Gerakan Lampung Anti LGBT berjalan istiqamah, damai, dan mendapat keberkahan.
“Perjuangan ini akan penuh tantangan, tapi Allah menjanjikan kemudahan. Fa inna ma’al ‘usri yusra — bersama kesulitan, ada kemudahan,” pesan beliau.
Gerakan Moral, Bukan Kebencian
Gerakan Lampung Anti LGBT merupakan inisiatif moral dan sosial lintas elemen masyarakat. Fokus utamanya bukan pada pemburuan individu, melainkan menolak propaganda dan normalisasi LGBT di ruang publik dan media sosial.
“Kami tidak membenci pelaku. Tapi kami menolak agenda yang ingin menjadikan penyimpangan sebagai sesuatu yang normal. Ini soal menyelamatkan nilai-nilai masyarakat Lampung,” pungkas Dr. Firmansyah.
Suara dari para tokoh agama seperti Prof. Mukri menambah urgensi diskusi nasional soal LGBT. Di tengah gelombang kebebasan informasi, masyarakat pun menuntut negara untuk tak hanya hadir sebagai penonton, tapi sebagai pengarah yang tegas namun manusiawi.***