PANTAU LAMPUNG – APBN Provinsi Lampung tercatat mengalami defisit sebesar Rp20,80 triliun per 13 Desember 2024. Hal ini disebabkan oleh realisasi belanja negara yang melebihi proyeksi.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Lampung, Mohammad Dody Fachrudin, mengungkapkan bahwa hingga pertengahan Desember 2024, pendapatan negara di Lampung tercatat sebesar Rp10,67 triliun, yang mencapari 93,63 persen dari target yang ditetapkan. Pendapatan ini tumbuh 14,87 persen dibandingkan tahun sebelumnya (yoy).
Namun, di sisi lain, belanja negara telah terealisasi mencapai Rp31,48 triliun, atau 93,76 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan, dengan kenaikan sebesar 12,73 persen dibandingkan tahun lalu (yoy). Akibatnya, APBN Lampung mengalami defisit yang semakin melebar hingga mencapai Rp20,80 triliun, atau tumbuh 11,16 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dody menjelaskan bahwa defisit ini menunjukkan bahwa APBN tengah berusaha keras secara ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Provinsi Lampung, meskipun tertekan oleh ketidakpastian ekonomi global.
“APBN tahun ini memang bekerja keras untuk mendukung pembangunan daerah di tengah tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian,” ujarnya.
APBN 2025: Antisipasi Dinamika Global
Dody juga menyampaikan bahwa perencanaan APBN 2025 dilakukan dengan semangat keberlanjutan, optimisme, dan kehati-hatian dalam menghadapi dinamika global dan nasional.
“Desain APBN 2025 disusun untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045 dan memberikan ruang untuk pelaksanaan program-program pemerintahan yang akan datang,” jelasnya.
Kenaikan PPN Dinilai Berdampak Signifikan
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dari Universitas Lampung, Asrian Hendi Cahya, mengingatkan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan berdampak signifikan terhadap perekonomian di Lampung.
Ia menjelaskan, kebijakan ini berpotensi membebani pelaku usaha dan masyarakat. Kenaikan PPN diperkirakan akan mempengaruhi daya beli masyarakat serta memperlambat pertumbuhan investasi di wilayah tersebut.
“Dampak langsung dari kenaikan PPN adalah meningkatnya biaya transaksi. Harga barang dan jasa akan naik, yang berujung pada penurunan permintaan masyarakat. Turunnya permintaan ini bisa berdampak pada berkurangnya produksi,” ujar Asrian.
Asrian juga menambahkan bahwa kenaikan PPN sebesar 1 persen dari 11 persen menjadi 12 persen bisa membuat harga barang naik sekitar 9 persen. “Kenaikan PPN biasanya akan dibebankan kepada konsumen, yang menyebabkan harga barang dan jasa meningkat,” tutupnya.
Tantangan Ekonomi di Provinsi Lampung
Dengan defisit yang terus melebar dan kebijakan perpajakan yang berpotensi mempengaruhi daya beli, tantangan ekonomi di Provinsi Lampung tetap membutuhkan perhatian serius. Pengelolaan APBN yang lebih efisien dan kebijakan perpajakan yang bijak akan menjadi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan di daerah ini.***