PANTAU LAMPUNG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya memberantas judi online dengan mempersempit ruang gerak transaksi judi online, sedikitnya 4.921 rekening bank terindikasi judi online telah diblokir.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, saat konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK (RDK) Bulanan Mei 2024, pada Senin, 10 Juni 2024.
“Jadi langkah kebijakan tersebut dilakukan agar sektor jasa keuangan terjaga stabil dan mampu tumbuh kuat dan berkelanjutan, dengan kebijakan menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujar Mahendra.
Menurutnya, terkait dengan pemberantasan judi online, tentu itu berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, karena itu OJK mendukung pembentukan Satuan Tugas Judi Online yang dipimpin oleh Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
“Beberapa langkah tersebut telah dilakukan pemblokiran terhadap 4.921 rekening dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika serta meminta perbankan menutup rekening yang berada dalam satu Customer Identification File (CIF) yang sama,” jelasnya.
Selain itu dari itu lanjut Mahendra, OJK juga telah menginstruksikan perbankan untuk melakukan verifikasi, identifikasi, dan Enhance Due Dilligence (EDD) termasuk tracing dan profiling terhadap daftar nama pemilik rekening yang terindikasi melakukan transaksi terkait judi online.
“Maka dari itu, OJK juga memasukkan daftar rekening nasabah terkait transaksi judi online ke dalam Sistem Informasi Progam Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (SIGAP),” kata dia lagi.
Mahendra melanjutkan, SIGAP ini dapat diakses oleh seluruh lembaga jasa keuangan dan mempersempit ruang gerak pelaku judi online dan mengatasi asymmetric information di sektor jasa keuangan.
“Upaya preventif juga dilakukan di sisi aspek edukasi masyarakat terkait judi online dan meminta industri jasa keuangan secara proaktif melakukan identifikasi dan verifikasi atas rekening dengan transaksi yang mencurigakan termasuk aktivitas judi online,” ungkapnya.
Sementara itu, sambung Mahendra, peningkatan risiko kredit khususnya pada segmen kredit kecil dan mikro, didorong antara lain oleh belum sepenuhnya pulih segmen tersebut pasca berakhirnya relaksasi restrukturisasi sebagai dampak pandemi Covid dan didorong kenaikan inflasi pangan secara global.
“Namun demikian, perbankan telah melakukan langkah antisipatif melalui pembentukan pencadangan yang memadai, termasuk untuk penghapus bukuan dalam rangka menata kembali neraca bank,” ucapnya.
Dengan langkah antisipasi tersebut, tambah Mahendra, risiko kredit kecil dan mikro diperkirakan akan tetap berada pada level yang terjaga dan kinerja perbankan mampu tumbuh secara berkelanjutan.
“Untuk itu, OJK terus memonitor manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit tetap dijaga baik oleh industri perbankan,” tandasnya.***