PANTAU LAMPUNG- Polemik yang menggema seputar Kasus TPS 19 Way Kandis semakin menyita perhatian publik. Namun, ketika disinggung terkait hal ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandar Lampung terkesan memilih untuk merahasiakannya.
Ketua Bawaslu Bandar Lampung, Apriliwanda, dalam pesan singkat WhatsApp yang kami kirim, justru mengarahkan pertanyaan terkait kasus ini kepada Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Bandar Lampung, yang juga menjabat sebagai Penanggung Jawab Koordinasi Pengawasan dan Penegakan Hukum Administrasi Pemilu (Gakkumdu), yakni Oddy Marsa JP.
“Silakan menghubungi Kordiv PP selaku PIC Gakkumdu,” balas Apriliwanda.
Namun, hingga Jumat siang ini, pesan yang kami kirimkan kepada Oddy Marsa JP belum juga mendapatkan balasan.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, perdebatan seputar kasus TPS 19 Way Kandis semakin menghangat. Panji Padang Ratu, Sekretaris Jenderal Laskar Lampung yang secara aktif terlibat dalam pengawasan proses Pemilihan Umum (Pemilu) di Bandar Lampung, dengan tegas mempertanyakan validitas pernyataan saksi ahli Bawaslu terkait kelemahan bukti dan kesaksian yang dianggapnya tidak kuat.
Panji mengekspresikan ketidakpuasan atas pernyataan saksi ahli, Dr. Rini Fathonah, S.H., M.H., yang menyatakan bahwa peristiwa di TPS 19 Way Kandis tidak melanggar Undang-Undang Pemilu.
Menurut Panji, ada bukti konkret yang menunjukkan adanya surat suara yang tercoblos atas nama Sidik Efendi, calon legislatif DPRD Kota dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Nettylia Sukri, calon legislatif DPRD Provinsi dari Partai Demokrat.
Meskipun telah dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), Panji tetap mengkhawatirkan adanya upaya kecurangan yang dilakukan secara sistematis. “Apakah surat suara itu tercoblos secara otomatis?” tanya Panji, sembari menyerukan agar Bawaslu mencari pandangan kedua dari saksi ahli lainnya.
Panji juga menyoroti kejanggalan kemungkinan kedua calon tersebut tidak terlibat dalam insiden tersebut. “Itu tidak mungkin,” tegasnya, memberi indikasi bahwa pelaku pemalsuan tersebut memiliki hubungan erat dengan calon Sidik Efendi dan Nettylia Sukri.
“Mungkin saja pelaku adalah orang yang mengirim pesan, dan siapa lagi kalau bukan kedua calon yang namanya tercoblos,” tegasnya.
Panji juga mempertanyakan aspek hukum terkait kemungkinan pelibatan ‘orang tak kasat mata’ sebagai pelaku tindak pidana dalam konteks pemilu. “Apakah hukum di negara kita siap menerima fakta bahwa orang tak kasat mata bisa melakukan kecurangan? Ini perlu dievaluasi dan perlu penyelidikan yang lebih mendalam,” paparnya.***