PANTAU LAMPUNG– Komunitas Tapis, Kopi, dan Buku menaja bincanng sastra bertajuk “Perjalanan Secbiah Karya di di The Habit’s Coffee, Bandarlampung, Minggu, 15 Oktober 2023.
Helat yang menghadirkan narasumber “Duo Pangeran”, Kurnia Effendi dan Iksaka Banu ini sekaligus meluncurkan Komunitas Tapis, Kopi, dan Buku yang sudah ada sejak tahun 2020 lalu.
Bersama “Duo Pangeran” hadir juga Editor Endah Sulwesi dan Pustakawan Wien Muldian, untuk bersilaturahmi dengan teman-teman penulis di Lampung di sela-sela tugasnya dalam rangkaian kerja bersama Badan Bahasa Lampung di Pulau Pisang, Kabupaten Pesisir Barat.
Budayawan Anshori Djausal dalam sambutanya mengatakan mengundang Bung Kurniawan Effendi, dan teman-teman menjadi orang Lampung.
“Selamat datang di Lampung. Lain waktu, jika ke Lampung lagi, sudah bukan tamu lagi, ” ujar Ketua Akademi Lampung sembari memakaikan ikat kepala (kikat) juga kalung tapis kepada keempat tamu istimewa.
Gelaran acara yang familiar ini dihadiri oleh budayawan Iwan Nurdaya Djafar juga dihadiri para penulis, penyair, aktivis perempuan, dan media.
Pada kesempatan itu, Septiana Natalia membacakan sebuah puisi berjudul “Gerimis” karya Kurnia Effendi, membuat suasana malam semakin hangat.
“Saya senang bisa berada bersama para maestro yang sangat menginspirasi,” ujar Septiana sukacita.
Sementara itu, Koordinator Komunitas Tapis, Kopi, dan Buku Iin Zakaria berharap komunitas Tapis, Kopi, dan Buku bisa konsisten melaksanakan diskusi serta kegiatan sastra lainnya di kemudian hari. Salah satunya Membaca Raden Saleh di Lampung,
Dalam bincang sastra itu, Novel Pangeran dari Timur, menjadi salah satu contoh perjalanan sebuah karya. 20 tahun berproses sampai terbit menjadi sebuah buku, dan hingga kini terus berjalan melalui program Membaca Raden Saleh yang digagas oleh Wien Muldian dan pertama dilaksanakan usai pandemi dibaca di Tebet. Dan Lampung telah mengisi daftar tunggu untuk melaksanakan Membaca Raden Saleh dengan nomor urut 26 pada bulan Juli 2024 mendatang..
Selain novel “Pangeran dari Timur”, buku “Jejak Lukisan Anshori Djausal” besutan Christian Heru Cahyo Saputro, juga menjadi contoh betapa indahnya perjalanan sebuah karya.
Dalam acara berbagi pengalaman Bang Anshori, -panggilan akrab Anshori Djausal — mengaku mulai melukis di usia 70, dengan segala tantangannya berhasil menuju muara dengan sebuah buku dan pameran lukisan bertajuk “Gelora 70”.
Pada pamuncak acara moderator Jauza Imani membeberkan simpulan bahwa perjalanan sebuah karya bukan dan tidak berakhir hanya pada terbitnya sebuah buku. Banyak medium yang bisa digunakan antara lain; media film, musik, animasi dan teater, Selain diperlukan motivasi yang kuat, tantangan pun bisa sebagai pemicu melecutnya perjalanan sebuah karya.
“Jadi jangan takut dengan tantangan yang ada di jalan. Terus kreatif dan berkarya, ” pesannya mengakhiri perbincangan sastra malam itu.
(Rls)