SEMARANG, PL– Perkumpulan Seni dan Budaya Sobokartti Semarang menggelar Sarasehan Seni Pedalangan. di Gedung Sobokartti, Jalan Dr. Cipto 31 -33, Semarang, Kamis (03/08/2023).
Sarasehan yang mengusung tema “Membedah Anatomi Pedalangan” menghadirkan para pakar jagad pedalangan sebagai narasumber yaitu; RT Soeradji Hadu Kusumo PD, Pranowo Sentot Sakirno, SH dan Bambang Sulanjari S.S, M.A. dengan moderator Dokter Agung Sudarmanto.
Ketua Perkumpulan Seni dan Budaya Sobokartti Soetrisno dalam mengatakan, Sobokartti yang selama ini terus konsisten dan berkelanjutan menguri-uri budaya warisan leluhur wayang merasa perlu menggelar sarasehan ini untuk membekali para dalang muda dan masyarakat agar semakin mencintai wayang.
“Ke depan harapannya wayang akan terus bertumbuhkembang menjadi tontonan sekaligus tuntunan . Dari sarasehan ini juga diharapkan bisa menjadi referensi dan pembelajaran,” ujar Soetrisno.
“Harapannya para dalang memiliki pengetahuan yang mumpuni sehingga ke depan bisa menjadi dalang yang mumpumi. Sedangkan masyarakat diharapkan makin meningkat apresiasinya terhadap wayang yang diakui sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia,” ujar Soetrisno.
Sementara itu Ketua Panitia Sarasehan dan Paglaran WayangKulit Slamet dalam laporannya mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan seni budaya wayang kepada masyarakat.
“Harapannya masyarakat setelah tahu dan mengenal makin menambah rasa cinta terhadap wayang dan ikut bersama-sama menumbuhkembangkan dan melestarikannya,” tandas Slamet.
Helat sarasehan seni budaya dan pagelaran wayang kulit bertajuk : “Membedah Anatomi Pedalangan” ini digelar dalam rangka memperingati bulan Suro dan menyambut dan merayakan Hari Kemerkedaan RI yang ke- 78.
Membedah Anatomi Pedalangan
Sebelum acara sarasehan digelar peserta diajak oleh RT Soeradji Hadi Kusumo PD bersama-sama “Ndongo Ketawang Barikan”.
Pembicaca kunci RT Soeradji Hadi Kusumo PD mengatakan, pertunjukan wayang banyak digelar tetapi pengetahuan penonton tentang wayang masih dikatakan minim.
“Jadi salah satu tujuan dari sarasehan membedah anatomi pedalangan ini untuk menciptakan penonton yang baik dan apresiatif,” ujar Soeradji yang pernah bergabung dengan dalang kondang Ki Nartosabdo.
Sementara itu, lanjut Soeradji untuk menjadi dalang yang mumpuni harus tekun dan telaten dan mau bekerjasama.Belajar seni pedalangan harus dijalani bersama-sama tak bisa sendirian.
Dicontohkannya, dirinya membimbing dalang muda Jagad Bilowo sejak kelas 4 Sekolah Dasar hingga kini duduk dibangku kuliah.
Hal senada juga diungkap Pranowo Sentot Sakirno untuk menjadi dalang itu tidak instan tetapi melalui proses yang panjang.
“Yang pertama tentunya harus senang wayang. Kemudian tahu karakter masing-masing wayang dan harus mau belajar. Bahkan ada yang bertahun-tahun “nyantrik” kepada dalang yang top. Harus temen, tekun, telaten dan tekun kalau mau tekan jadi dalang, ” ujar Ki Pranowo yang juga seorang dalang.
Menurut Pranowo prospek karier dalang ke depan bagus. Setidaknya saat ini 3/4 dari Kedutaan Besar yang ada didunia memiliki gamelan.
“Jadi jangan khawatir mereka para pengrawitnya banyak yang belajar ke Indonesia. Tetapi kalau mau pentas wayang dalangnya mengundang dari Jawa,” imbuh Pranowo.
Di samping itu, belajar dalang juga merupakan tanggungjawab moral sebagai anak bangsa. “Kalau bukan kita yang menguri-uri budaya wayang, siapa lagi?,” tandas Pranowo.
Sementara, Bambang Sulanjari yang menyampaikan materi “Sulukan” mengakatan, setiap daerah punya gaya pedalangan alias gagrak masing-masing sebagai cirinya. “Sulukan gagrak Yogyakarta jelas beda dengan gargrak Surakarta. Karena yang sama-sama gagrak Surakarta antara: Kasunan dan Mangkuneagaran saja beda,” ujar Bambang sembari memberi contoh masing-masing sulukan.
Selain itu, lanjut Dosen Bahasa Jawa UPGRIS ini, menambahkan sulukan, juga mempunyai fungsi estetis atau sebagai penghias dan juga fungsi spiritual.
(Christian Saputro)