PANTAU LAMPUNG– Forum Muda Lampung (FML) mendesak Bareskrim Polri mengambil alih penanganan dugaan pungutan dalam program revitalisasi sekolah di Kabupaten Lampung Barat. Desakan ini disampaikan menyusul laporan kerugian yang dialami puluhan kepala sekolah yang disebut telah menyetor dana dengan total sekitar Rp1,4 miliar, namun program yang dijanjikan tidak terealisasi.
Sekretaris Jenderal FML, M. Iqbal Farochi, menyatakan kasus tersebut berlarut tanpa kejelasan penanganan. Menurut FML, pengambilalihan oleh Bareskrim diperlukan untuk memastikan proses penyelidikan berjalan independen dan menyeluruh. FML menilai skala kerugian dan jumlah pihak yang terdampak menjadikan perkara ini sebagai isu serius yang menyangkut tata kelola pendidikan dan integritas birokrasi daerah.
Iqbal juga menyoroti adanya dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam proses pengumpulan dana. Ia menyebut, berdasarkan informasi yang dihimpun FML, seorang oknum yang mengaku dapat mengurus proyek revitalisasi sekolah diduga mendapat legitimasi dari lingkungan birokrasi setempat. Kondisi tersebut, menurut FML, membuat para kepala sekolah merasa yakin dan akhirnya menyerahkan dana yang diminta.
“Kasus ini tidak bisa dipandang sebagai penipuan biasa, karena ada dugaan peran aparat birokrasi yang memberi ruang dan kepercayaan kepada pelaku. Oleh karena itu, kami meminta Bareskrim Polri turun tangan agar penyelidikan berjalan objektif dan tuntas,” ujar M. Iqbal Farochi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (16/12/2025).
FML menilai pengambilalihan perkara juga penting untuk menelusuri aliran dana yang telah disetor para korban. Organisasi ini mendorong aparat penegak hukum menerapkan pasal berlapis, termasuk jika diperlukan menggunakan instrumen tindak pidana pencucian uang, guna memastikan kejelasan ke mana dana tersebut mengalir dan siapa saja pihak yang menikmati.
Selain kepada Polri, FML turut menyampaikan tuntutan kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. FML meminta kementerian memberikan kejelasan resmi bahwa program revitalisasi sekolah tidak memungut biaya dari pihak sekolah. Langkah ini dinilai penting agar tidak terjadi kembali kesalahpahaman yang berpotensi dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Di sisi lain, FML juga meminta perlindungan terhadap para kepala sekolah yang disebut sebagai korban. Mereka berharap tidak ada sanksi administratif yang justru memberatkan korban sebelum proses hukum menemukan fakta yang utuh. Menurut FML, perlindungan ini diperlukan agar para pendidik tidak menjadi pihak yang dirugikan dua kali.
Sebagai bentuk dorongan terhadap transparansi penegakan hukum, FML menyatakan siap melakukan aksi penyampaian pendapat di depan Mabes Polri dan kantor kementerian terkait. Langkah tersebut disebut sebagai upaya memastikan kasus dugaan pungutan rehabilitasi sekolah di Lampung Barat mendapat perhatian serius dan diselesaikan secara terbuka sesuai ketentuan hukum yang berlaku.***











