PANTAU LAMPUNG– Kemeriahan Hari Ulang Tahun (HUT) Lampung Selatan ke-69 tahun 2025 benar-benar menghadirkan warna baru bagi masyarakat. Rangkaian acara Lamsel Fest 2025 yang mengusung tagline “The Crown of Krakatoa” berhasil menarik perhatian publik, mulai dari tingkat lokal hingga mancanegara. Seluruh kegiatan ini menjadi cerminan kekayaan budaya, semangat kreatif, dan kebersamaan masyarakat Lampung Selatan.
Sebagai penutup rangkaian acara, pawai budaya yang digelar pada Minggu (16/11/2025) menjadi sorotan utama. Tahun ini, pawai tampil lebih meriah, megah, dan penuh kejutan. Tidak ada batasan tema, sehingga para peserta diberikan kebebasan untuk mengekspresikan kreativitas masing-masing. Alhasil, keberagaman konsep dan kostum yang ditampilkan menjadikan pawai budaya tahun ini jauh lebih mempesona dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu peserta yang menjadi pusat perhatian adalah perwakilan dari Dinas Pendidikan Lampung Selatan melalui barisan guru Kecamatan Rajabasa. Dari sana, muncul sosok guru muda yang mencuri perhatian publik: Deliana, S.Pd, guru SD Negeri Tanjung Gading. Dengan paras anggun dan pembawaan percaya diri, Deliana menampilkan karya busana yang tidak hanya unik, tetapi juga sarat pesan lingkungan.
Deliana memutuskan mengenakan gaun yang seluruhnya terbuat dari koran bekas. Dengan teknik wiru atau lipatan detail pada lembaran koran, gaun tersebut tampak mengembang indah bak busana panggung profesional. Gaun itu dihiasi kerutan-kerutan halus yang membuatnya terlihat seperti Peri atau Bidadari dari kayangan yang turun menapak bumi Khagom Mufakat. Karyanya seolah menjadi simbol kreativitas yang tumbuh subur pada masa kepemimpinan Bupati Radityo Egi Pratama dan Wakil Bupati M. Syaiful Anwar.
Bukan sekadar busana, karya ini membawa pesan kuat tentang pentingnya daur ulang dan pemanfaatan barang bekas. Deliana menuturkan bahwa di dunia pendidikan, guru, siswa, hingga orang tua dapat bekerja sama mengelola sampah atau barang bekas menjadi karya seni yang bernilai.
“Tujuannya agar siswa tahu bahwa sampah bisa dibuat menjadi karya kreatif. Dengan begitu, mereka memahami bahwa barang bekas bukan hanya limbah, tetapi peluang untuk berinovasi,” ujarnya kepada media.
Deliana juga menekankan bahwa kreativitas mengolah sampah tidak hanya diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Masyarakat luas pun bisa termotivasi untuk mengelola sampah dengan cara yang lebih bijak dan bermanfaat.
Selain koran, berbagai bahan bekas lain sebenarnya dapat dijadikan busana menarik dan bernilai estetika tinggi. Beberapa di antaranya adalah plastik, botol bekas, kardus, karung, hingga kertas kemasan. Bahan-bahan tersebut dirangkai sedemikian rupa menjadi busana yang memiliki karakter unik. Dalam pawai kali ini, selain gaun yang dikenakan Deliana, sejumlah guru dan peserta lain juga membuat topi, tongkat, dan sayap dari bahan bekas yang membuat parade semakin hidup.
Kehadiran Deliana dengan gaun korannya tidak hanya memperkaya tampilan pawai budaya, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa kreativitas tidak selalu harus mahal. Dengan imajinasi, ketelatenan, dan kepedulian lingkungan, limbah sehari-hari pun bisa disulap menjadi karya seni yang memukau.
Karya itu bukan hanya memamerkan estetika, namun juga membawa pesan penting: bahwa perubahan budaya pengelolaan sampah bisa dimulai dari hal kecil, dari ruang kelas, dari para guru, dari perayaan budaya, dan dari masyarakat yang mau berkreasi.***










