PANTAU LAMPUNG— Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, kembali menunjukkan komitmen pemerintah pusat dalam mempercepat penataan ruang dan penyelesaian sengketa pertanahan di daerah. Pada Kamis (13/11/2025), ia memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) besar bersama seluruh kepala daerah kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) di Kantor Gubernur Sulsel.
Rakor ini menjadi bagian dari rangkaian kunjungan kerja Nusron ke berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya untuk memastikan setiap wilayah memiliki tata ruang yang jelas, administrasi pertanahan yang tertib, serta penyelesaian konflik agraria yang selama ini melemahkan kepastian hukum dan menghambat investasi.
Menurut Nusron, Sulsel adalah provinsi ke-26 yang ia datangi sejak resmi menjabat sebagai Menteri ATR/BPN. Kunjungan beruntun ini dilakukan untuk melakukan pembaruan informasi, mendengar langsung kendala dari pemerintah daerah, dan mencari solusi konkret terhadap berbagai persoalan yang berhubungan dengan RTRW, RDTR, pendaftaran tanah, dan penyelesaian sengketa.
“Setiap daerah punya masalah berbeda-beda. Karena itu saya datang langsung untuk melihat kondisi di lapangan, memperbarui data, dan memastikan penanganan persoalan tanah dilakukan cepat dan terukur,” kata Nusron Wahid.
Enam Isu Utama yang Dibedah Mendalam dalam Rakor
Dalam arahannya, Nusron menegaskan ada enam persoalan utama yang menjadi fokus kerja sama pusat dan daerah di Sulsel.
Pertama, integrasi data antara Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan Nomor Objek Pajak (NOP). Integrasi ini dianggap penting untuk meningkatkan akurasi data pertanahan sekaligus mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak.
Kedua, pembaruan dan pemutakhiran sertipikat lama untuk mencegah tumpang tindih data kepemilikan. Masih banyak sertipikat yang menggunakan format lama dan belum tersinkronisasi dengan sistem digital terbaru, sehingga rawan memicu sengketa.
Ketiga, Nusron menyoroti lambatnya penyelesaian dokumen perencanaan tata ruang, terutama Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dari seluruh wilayah di Sulsel, tercatat masih ada 116 zona yang belum memiliki RDTR. Padahal RDTR adalah fondasi perizinan investasi, pengendalian pemanfaatan ruang, dan kepastian hukum pembangunan.
Keempat, percepatan revisi RTRW daerah yang dianggap masih tertinggal dan belum mengikuti perkembangan wilayah. Perubahan cepat di sektor ekonomi, kawasan industri, hingga pertumbuhan penduduk menuntut revisi RTRW secara berkala.
Kelima, penyelesaian tanah wakaf menjadi perhatian besar. Nusron menyebutkan bahwa baru sekitar 20% tempat ibadah di Sulsel yang memiliki sertipikat wakaf resmi. Kondisi ini membuat banyak aset keagamaan rentan sengketa dan berpotensi bermasalah di kemudian hari.
Keenam, evaluasi konflik agraria, terutama terkait sengketa antara masyarakat dengan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), serta persoalan tanah eks-PTPN yang telah ditempati warga. Nusron meminta pemerintah daerah aktif melaporkan kondisi terbaru agar penyelesaiannya bisa dilakukan segera dan tepat sasaran.
“Semua persoalan ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Kita ingin kepastian hukum tanah benar-benar dirasakan masyarakat,” tegas Nusron.
Dihadiri Pejabat Tinggi dan Anggota DPR RI
Rakor tersebut turut dihadiri Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, yang memberikan dukungan terhadap langkah percepatan penyelesaian tata ruang dan konflik agraria di Sulsel. Selain itu hadir pula Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Shamy Ardian, dan Kepala Kantor Wilayah BPN Sulsel, Dony Erwan beserta jajaran.
Kehadiran pejabat pusat dan daerah ini menunjukkan bahwa penanganan persoalan pertanahan bukan sekadar teknis administrasi, melainkan pondasi strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pembangunan di Sulsel.
Langkah cepat yang dilakukan Menteri Nusron diharapkan menjadi titik awal percepatan penertiban tata ruang, peningkatan layanan pertanahan, dan penyelesaian konflik agraria yang selama bertahun-tahun membebani masyarakat serta pemerintah daerah.***









