PANTAU LAMPUNG– Shin Tae-yong kembali menjadi sorotan publik sepak bola Indonesia. Di tengah perdebatan soal kemungkinan kembalinya pelatih asal Korea Selatan ini, Efan Sia’ahan, pelatih SSB Biru Alap-Alap, menegaskan pentingnya menghargai jasa STY dalam membangun mental skuat Garuda.
Pernyataan ini muncul sebagai respons atas komentar kontroversial Bung Towel dalam sebuah acara televisi beberapa hari lalu. Saat itu, Bung Towel menilai bahwa Shin Tae-yong bukanlah pelatih yang tepat untuk menggantikan Patrick Kluivert. Ia menyinggung karier STY di Ulsan HD, yang berakhir dengan pemecatan karena masalah komunikasi, disertai komentar singkatnya: “Please deh…” soal permintaan publik agar STY kembali ke Timnas Indonesia.
Efan mengakui bahwa sebagian kritik Bung Towel memang ada benarnya, yakni Indonesia tidak perlu memaksakan periode kedua bagi STY. Namun, menurutnya konteks STY di Ulsan HD sangat berbeda dengan situasinya di Timnas Indonesia. “Di Indonesia, STY memiliki kedekatan yang intens dengan pemain muda maupun diaspora seperti Jay Idzes. Selama lima tahun, ia mampu membangun skuat Garuda, memaksimalkan potensi pemain Liga lokal, dan memperkuat mental mereka untuk berani menghadapi Thailand, Vietnam, bahkan bermain setara dengan pemain Eropa,” jelas Efan.
Pelatih asal Bandar Lampung ini menambahkan, perbedaan signifikan terletak pada waktu dan kesempatan. Di Ulsan HD, STY ditunjuk sebagai pelatih dadakan dan tidak memiliki waktu cukup untuk membangun skema permainan yang matang. Sebaliknya, di Indonesia, ia punya ruang untuk mengembangkan strategi, mengajarkan taktik, dan menanamkan disiplin tinggi kepada pemain.
“STY memang keras dan taktis. Jeje, salah satu pemain, bahkan mengaku bahwa STY seorang diktaktor di lapangan. Tapi itulah yang membuat pemain Indonesia belajar untuk mendengar instruksi, disiplin, dan percaya diri menghadapi lawan-lawan kuat,” ungkap Efan.
Meskipun begitu, Efan menekankan bahwa keputusan soal kembalinya STY harus diambil secara hati-hati. “PSSI jangan terburu-buru. Publik harus menghargai jasa STY tanpa harus memaksakan kembalinya dia. Kita bisa melanjutkan warisan yang telah ia bangun, sambil memberi kesempatan pada pelatih baru untuk membawa Timnas Indonesia lebih jauh,” tegasnya.
Komentar Efan menjadi pengingat bahwa sepak bola Indonesia membutuhkan keseimbangan antara menghargai kontribusi pelatih lama dan memberi ruang untuk inovasi demi prestasi di masa depan.***