PANTAU LAMPUNG– Provinsi Lampung mencatatkan prestasi membanggakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) secara virtual dari Ruang Rapat Sakai Sambayan, Senin (20/10/2025), yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Acara juga dihadiri Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa serta sejumlah kepala daerah dan pimpinan TPID dari seluruh Indonesia.
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian menekankan bahwa percepatan realisasi belanja pemerintah daerah menjadi kunci dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. “Mesin pertumbuhan ekonomi nasional bergerak optimal apabila dua motor utamanya berfungsi dengan baik: sektor swasta dan sektor pemerintah. Pemerintah, melalui realisasi APBN dan APBD, berperan besar mendorong peredaran uang di masyarakat sekaligus menstimulasi kegiatan ekonomi,” ujarnya.
Tito memaparkan data total APBD seluruh Indonesia tahun 2025 mencapai lebih dari Rp1.300 triliun, terdiri atas dana transfer pusat sebesar Rp919 triliun dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp42 triliun. Ia menekankan pentingnya daerah memaksimalkan serapan anggaran untuk memastikan dampak langsung bagi masyarakat. Menurutnya, daerah yang memiliki pendapatan tinggi harus menunjukkan kinerja belanja yang seimbang agar sirkulasi ekonomi lokal berjalan efektif.
“Belanja pemerintah daerah yang cepat dan tepat akan mempercepat sirkulasi ekonomi lokal, memperkuat daya beli masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan,” tambah Tito. Ia juga mengingatkan bahwa masih terdapat dana daerah yang mengendap di perbankan, mencapai Rp233 triliun. Dana ini seharusnya segera dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, bukan dibiarkan stagnan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pentingnya penggunaan anggaran daerah secara tepat dan produktif. Ia menyoroti bahwa belanja pemerintah memiliki peran strategis dalam menggerakkan ekonomi lokal. “Dana daerah yang mengendap di bank hingga Rp234 triliun seharusnya segera dibelanjakan. Jika tidak, perputaran ekonomi daerah terhambat, pelaku usaha kesulitan mendapatkan modal, dan manfaat pembangunan tidak sampai ke masyarakat,” tegas Purbaya.
Menkeu juga menyoroti kondisi ekonomi nasional tahun 2025 yang berada dalam tren positif. Pertumbuhan ekonomi stabil di angka 5,12 persen, inflasi terkendali di 2,65 persen, defisit APBN hanya 1,56 persen dari PDB, serta neraca perdagangan surplus 64 bulan berturut-turut. Tingkat pengangguran turun menjadi 4,76 persen dan angka kemiskinan tercatat 8,47 persen, terendah sejak krisis 1998.
Purbaya menekankan perlunya pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa untuk menyeimbangkan kontribusi PDB nasional. Pulau Jawa masih mendominasi dengan sumbangan 56,9 persen PDB nasional. “Daerah yang memiliki potensi dan dana besar harus dirancang untuk tumbuh lebih cepat, agar struktur ekonomi nasional tidak terus Jawa-sentris,” jelasnya, sambil mencontohkan keberhasilan Sulawesi melalui hilirisasi industri sebagai model pengembangan daerah.
Dalam konteks pengelolaan APBD, per September 2025, realisasi belanja APBD nasional baru mencapai Rp712,8 triliun atau 51,3 persen dari pagu Rp1.389 triliun. Belanja modal turun lebih dari 31 persen, sedangkan belanja barang dan jasa menurun 10,5 persen, menunjukkan perlunya percepatan belanja untuk menggerakkan ekonomi lokal. Purbaya menekankan bahwa tata kelola keuangan daerah harus transparan dan berintegritas. Berdasarkan data KPK 2024, skor Survei Penilaian Integritas (SPI) nasional baru 71,53, di bawah target 74, menandakan masih ada risiko penyalahgunaan anggaran di sejumlah daerah.
Di tengah pengawasan dan arahan pemerintah pusat, Provinsi Lampung menunjukkan kinerja yang membanggakan. Hingga September 2025, realisasi pendapatan daerah Lampung mencapai 62,11 persen, sementara realisasi belanja 61,69 persen, menunjukkan keseimbangan yang sehat antara pendapatan dan pengeluaran. Capaian ini menempatkan Lampung di peringkat ke-8 nasional dalam kategori zona hijau realisasi APBD, di atas rata-rata nasional, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, inflasi Lampung tercatat hanya 1,2 persen, jauh di bawah rata-rata nasional 2,65 persen, menunjukkan efektivitas pengendalian harga di daerah. Kinerja ini mendapat apresiasi langsung dari Mendagri dan Menkeu sebagai contoh daerah yang mampu menjaga keseimbangan fiskal, mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus memastikan manfaat pembangunan dirasakan masyarakat luas.
Dengan prestasi ini, Lampung tidak hanya menunjukkan pengelolaan keuangan yang sehat, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai provinsi yang mampu menjaga stabilitas ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat secara nyata.***