PANTAU LAMPUNG– Gelombang kritik terhadap federasi sepak bola Indonesia, PSSI, kian memanas. Kali ini, suara keras datang dari kalangan pecinta sepak bola dan pengamat independen yang menilai PSSI semakin jauh dari aspirasi suporter. Seruan tegas agar penggemar Timnas Indonesia mengambil sikap pun menggema di berbagai platform media sosial.
Pengamat sepak bola asal Bandar Lampung, Iwal Burhani, pada Selasa (14/10/2025), menyampaikan pandangan tajamnya terkait kebijakan federasi yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, terutama suporter setia Timnas. Menurutnya, fanatisme sepak bola modern di Indonesia telah berubah menjadi alat yang justru merugikan para pendukung.
“Sudah saatnya suporter mengambil langkah tegas agar federasi mau mendengar suara kita, bukan hanya pundit atau komentator. Kita ini yang membeli tiket mahal, yang berlangganan streaming, yang mendukung langsung di stadion. Jadi PSSI harus sadar siapa yang mereka wakili,” tegas Iwal.
Ia bahkan menyerukan langkah ekstrem sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan federasi saat ini: berhenti membeli tiket pertandingan dan menghentikan langganan siaran Timnas Indonesia. Menurutnya, aksi ini bukan sekadar bentuk kemarahan, melainkan peringatan serius agar Ketua Umum PSSI tidak bersikap seperti “auto pilot” dalam mengambil keputusan.
“Sepak bola itu milik rakyat, bukan segelintir elit atau pundit yang mencari sensasi. Rakyat tidak pernah meminta Shin Tae-yong dipecat, tapi PSSI seolah menutup telinga,” ujarnya dengan nada kecewa.
Pandangan serupa disampaikan pemerhati sepak bola nasional, Keken Ismitama, yang juga dikenal sebagai pengamat Bhayangkara Presisi Lampung FC. Ia menilai kritik Iwal sangat logis dan mewakili kekecewaan suporter di seluruh Indonesia.
“Menilai performa pelatih dan tim itu tidak perlu jadi pundit. Penonton yang membayar tiket, mereka yang punya hak suara terbesar. Suara suporter adalah suara yang seharusnya menjadi prioritas dalam kebijakan PSSI,” kata Keken.
Ia juga menegaskan bahwa proses membangun sistem sepak bola tidak bisa instan. “Coach Shin sudah hampir lima tahun membangun fondasi Timnas. Kalau dia tidak berkualitas, mustahil analisisnya bisa terbukti di babak Round 4 kualifikasi. Ini bukti konkret hasil kerja panjang, bukan keberuntungan sesaat,” tambahnya.
Menariknya, Keken menyoroti kemampuan Jeje, eks penerjemah Shin Tae-yong, yang kini aktif membahas taktik sepak bola bersama Bung Harpa melalui podcast populer. “Jeje itu bukti nyata betapa hebatnya Shin. Seorang penerjemah saja bisa memahami taktik dan analisis permainan dengan sangat dalam setelah bekerja dengannya. Coba lihat analisis mereka pasca laga melawan Arab Saudi—pundit lokal saja belum tentu bisa sampai sejauh itu,” jelasnya.
Gelombang kekecewaan terhadap PSSI kini kian besar. Para suporter mulai mengorganisir diri untuk menyuarakan perubahan nyata. Desakan agar federasi lebih transparan dan berpihak pada suporter terus menggema di media sosial dengan tagar #SelamatkanTimnas dan #PSSIDengarkanRakyat.
Jika tuntutan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin gerakan boikot tiket akan menjadi aksi nasional. Sebuah sinyal kuat bahwa suporter Indonesia bukan lagi sekadar penonton, melainkan kekuatan besar yang siap mengguncang jagat sepak bola Tanah Air.***