PANTAU LAMPUNG– Nama Patrick Kluivert kini menjadi sorotan publik sepak bola Indonesia, namun apakah benar ia layak disebut sebagai kambing hitam atas kegagalan Timnas Indonesia di laga terbaru? Menurut pengamat sepak bola Iwal Burhani, jawaban tegasnya adalah tidak. Kasus ini justru melibatkan konfigurasi sistemik di balik layar, di mana PSSI dan sejumlah pundit sepak bola nasional berperan besar dalam keputusan kontroversial memecat Shin Tae-yong dan menunjuk Kluivert sebagai penggantinya.
Beberapa sumber menyebutkan, Presiden Klub Sepak Bola dan juga tokoh publik, Erick Thohir, sempat mengumpulkan beberapa pundit sepak bola di ruang rapat hotel untuk memberikan masukan strategi dan opsi kepelatihan timnas. Tujuan awal adalah mencari perspektif ahli, tetapi hasilnya justru menjadi bumerang bagi Kluivert.
Iwal Burhani, pengamat sepak bola asal Bandar Lampung, menegaskan bahwa Patrick Kluivert tidak diberikan opsi yang memadai untuk membentuk tim. “Bayangkan, untuk laga sebesar itu, jajaran kepelatihan Timnas Indonesia hanya memiliki waktu dua hari untuk berkumpul, tanpa adanya training camp atau persiapan intensif. Patrick Kluivert tidak punya kesempatan untuk menerapkan strategi dan menyesuaikan pemain dengan taktiknya sendiri,” jelas Iwal pada Senin, 13 Oktober 2025.
Lebih lanjut, Iwal menambahkan bahwa dari sisi teknik pertandingan, memang taktik Kluivert, bersama Alex Pastor dan Danny Landzaat, kalah dari geniusnya Shin Tae-yong. Namun, kekalahan ini bukan kesalahan mereka. “Ini adalah dampak dari keputusan sistemik dan tekanan eksternal yang diberikan oleh PSSI dan pundit. Patrick Kluivert hanyalah wajah publik dari sebuah keputusan yang jauh lebih kompleks,” imbuhnya.
Menurut Iwal, kesalahan terbesar justru ada pada pundit sepak bola tanah air yang memberikan masukan dan opini berlebihan kepada PSSI. Masukan ini menjadi dasar PSSI untuk mendepak Shin Tae-yong, padahal pelatih asal Korea Selatan itu telah lima tahun menyiapkan seluruh kebutuhan taktis Skuad Garuda dengan matang. “PSSI seharusnya menghargai persiapan dan strategi yang telah dibuat Shin Tae-yong. Namun, mereka lebih mendengarkan saran pundit daripada aspirasi pecinta sepak bola Indonesia. Hasilnya, keputusan tergesa-gesa ini menimbulkan kekacauan,” katanya.
Iwal menekankan bahwa Patrick Kluivert, termasuk jajaran pelatihnya, hanyalah objek untuk dijadikan kambing hitam oleh PSSI dan pundit yang ikut mengatur pergantian pelatih. Kekecawaan publik terhadap hasil pertandingan dan strategi tim seharusnya tidak diarahkan kepada Kluivert. “Jika saja keputusan sistemik yang mendepak Shin Tae-yong tidak terjadi, maka semua kekacauan ini bisa dihindari. Patrick Kluivert bukan masalahnya, ia hanya korban dari sistem yang salah,” jelasnya.
Kasus ini pun memunculkan pertanyaan besar mengenai independensi PSSI dan peran pundit sepak bola di Indonesia. Publik berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam pergantian pelatih, agar tidak terjadi lagi skandal serupa yang merugikan tim dan mengganggu persiapan jangka panjang Timnas Indonesia.***