PANTAU LAMPUNG– Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2025 kembali digelar di Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau, pada 28 hingga 31 Oktober 2025. Demikian disampaikan oleh Datuk Seri Rida K Liamsi, penanggung jawab FSIGB 2025, Kamis, 21 Agustus 2025.
Menurut Rida, FSIGB 2025 merupakan gelaran tahunan yang memasuki penyelenggaraan kedelapan kalinya. Festival ini telah menjadi salah satu acara sastra bergengsi di kawasan Melayu serantau dan secara konsisten mempromosikan karya-karya penulis serta sastrawan dari Kepri maupun negara tetangga. Acara ini diselenggarakan bersama oleh Pemerintah Daerah Kepri melalui Dinas Kebudayaan, didukung Perhimpunan Penulis Kepri (PPK) dan Yayasan Jembia Emas.
Festival tahun ini akan diikuti sekitar 125 penyair yang diundang secara khusus. Para peserta berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, serta negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Acara akan dipusatkan di Gedung Seri Inderasakti, Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, dengan rangkaian kegiatan sastra yang beragam, mulai dari seminar, pembacaan puisi bersama, penerbitan antologi, hingga pameran karya sastra.
Seminar sastra akan mengangkat topik “Karya-Karya Pengarang Kepri dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Kesusasteraan di Rantau Melayu”. Beberapa pembicara yang akan hadir antara lain Dr. Mukjizah (Jakarta), Maman S. Mahayana (Jakarta), Prof. Hasanudin WS (Sumatera Barat), Datuk Seri Taufik Ikram Jamil (Riau), Dr. Haryatie Abd Rahman (Malaysia), Dr. Azhar Ibrahim (Singapura), dan Prof. Abdul Malik (Kepri). Seminar ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru bagi peserta dan meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra Melayu.
Selain seminar, peserta FSIGB 2025 akan mengikuti sesi pembacaan puisi secara kolektif. Antologi puisi “Jazirah 25” juga akan diterbitkan, berisi karya-karya peserta FSIGB yang mencerminkan kreativitas dan keberagaman sastra Melayu dan Indonesia. Pameran karya sastra juga menjadi bagian penting, menampilkan buku dan manuskrip pengarang Kepri dari zaman Kerajaan Riau-Lingga seperti Bilal Abu, Raja Ahmad Engku Haji Tua, dan Raja Ali Haji, hingga sastrawan modern seperti Sutardji Calzoum Bachri, Hasan Aspahani, serta penulis muda Kepri, termasuk Riawani Elita dan Natasha Anhar yang menulis dalam bahasa asing.
Rida menambahkan bahwa FSIGB 2025 digelar dalam rangka memperingati ulang tahun Provinsi Kepri sekaligus Bulan Bahasa. Tahun ini terdapat beberapa perbedaan dibandingkan penyelenggaraan sebelumnya, terutama dalam seleksi peserta dan kegiatan. Misalnya, tahun ini tidak ada peluncuran bersama 100 buku puisi karya peserta maupun ziarah budaya seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tema FSIGB 2025 tetap sama seperti tahun sebelumnya, yaitu “Memperkukuh dan Memperkasa Ukhuwah Asy-Syuara” atau persaudaraan para penyair. Tema ini menegaskan komitmen festival untuk mempererat hubungan antarpenyair, sekaligus menjadi wadah untuk menampilkan kreativitas literasi Melayu di tingkat nasional maupun internasional.
Dari Lampung, FSIGB 2025 akan diikuti Isbedy Stiawan ZS dan Fitri Angraini, yang mendapat undangan khusus. Isbedy menyatakan kesiapan hadir dan berpartisipasi, mengirimkan karya puisinya sebagai bagian dari representasi Lampung di kancah sastra nasional dan regional. “Kami sudah mengirim puisi dan siap hadir. Ini bagian dari usaha kami untuk mengangkat Lampung di ranah sastra nasional dan mancanegara,” ujarnya.
FSIGB 2025 diharapkan tidak hanya menjadi ajang apresiasi sastra, tetapi juga memperkuat kolaborasi antarnegara di kawasan Melayu serantau, meningkatkan kualitas literasi, serta mendorong generasi muda untuk aktif dalam dunia sastra. Melalui festival ini, karya-karya lokal Kepri dapat lebih dikenal dan dihargai di tingkat internasional, sekaligus menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap budaya dan bahasa Melayu.***