PANTAU LAMPUNG— Wacana reforma agraria di Provinsi Lampung kembali mencuat setelah Gubernur Rahmat Mirzani Djausal (RMD) dan sejumlah bupati mengeluhkan persoalan penguasaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh korporasi kepada Kepala BPN, Nusron Wahid, saat kunjungan ke Balai Keratun, Senin (27/7/2025). Namun, tanpa langkah konkret, keluhan tersebut dinilai hanya sebatas retorika politik.
Nusron Wahid dalam keterangannya menegaskan bahwa negara tidak akan mengukur ulang lahan HGU milik korporasi, karena dianggap memakan biaya besar dan tidak efisien. Pernyataan ini pun memicu perdebatan luas di media dan masyarakat sipil.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum Hendri menyebut langkah Pemprov dan Pemkab hanya sebatas “keluhan kosong” jika tanpa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Reforma Agraria.
“Kalau serius, bentuk Satgas! Itu cara paling masuk akal untuk mengurai kusutnya persoalan HGU yang selama ini tak tersentuh,” ujarnya tegas.
Menurut Hendri, persoalan lahan di Lampung bukan hanya soal pengukuran ulang, tapi ketidakterbukaan terhadap data lahan HGU, serta lemahnya upaya pemerintah daerah untuk meminta lahan pengganti bagi masyarakat yang terdampak penguasaan lahan oleh korporasi.
“Ngapain ukur ulang? BPN itu punya semua data dan peta HGU. Yang jadi soal, kenapa enggak ada inisiatif minta lahan pengganti untuk rakyat?” kata Hendri.
Ia menambahkan bahwa membongkar kasus HGU juga bisa menyeret banyak nama penting, termasuk mantan pejabat daerah dan eks kepala dinas. Karenanya, menurut Hendri, keberanian politik dibutuhkan, bukan sekadar keluhan formal saat kunjungan menteri.
“Kalau tidak dibentuk Satgas, maka semua ini hanya mengulang wacana lama tanpa hasil konkret bagi masyarakat,” tutupnya.***