PANTAU LAMPUNG– Sepak bola Italia pernah menjadi panggung utama dunia. Di era 90-an dan awal 2000-an, nama-nama seperti Maldini, Del Piero, dan Totti menjadi ikon global. Namun kejayaan itu perlahan memudar, terkikis oleh gemerlap La Liga dan Premier League yang disuntik investasi besar dan magnet selebritas lapangan hijau.
Serie A, bagai putri tidur, tertidur panjang dalam nostalgia. Tapi ada satu sosok yang berhasil membangunkan gairah lama itu—Jose Mourinho.
Ia bukan lagi pelatih terbaik dalam urusan taktik, tetapi di era sepak bola yang lapar cerita dan haus sensasi, Mourinho adalah produser utama. Ia menciptakan panggung, membangun narasi, dan memikat dunia dengan dramanya.
Ketika ia datang ke Inter Milan pada 2008, Serie A kembali jadi pusat perhatian. Dalam dua musim, ia membawa Inter meraih Treble Winner, mematahkan dominasi Barcelona era Guardiola, dan mengembalikan gengsi Italia di Eropa. Mourinho menjadikan Giuseppe Meazza sebagai teater kemenangan.
Setelah bertualang ke Spanyol dan Inggris, Mourinho kembali dipanggil Italia lewat proyek ambisius AS Roma. Bersama Tiago Pinto, ia membangun ulang Roma dari dasar—menyatukan talenta muda seperti Tammy Abraham dan Zalewski dalam sebuah tim berkarakter keras khas Italia.
Dan ia tidak sekadar membuat kehadiran, tapi menghadirkan prestasi. Gelar UEFA Conference League 2022—trofi Eropa pertama Roma sejak 1961—menjadi bukti.
Efek domino Mourinho pun nyata. Italia tak lagi hanya jadi penonton di Eropa. Inter Milan masuk final Liga Champions, Napoli menjuarai Serie A dengan gaya atraktif, Fiorentina dua kali ke final kompetisi Eropa. Dunia kembali menoleh ke Italia, bukan karena skandal, tapi karena kualitas.
Media sosial klub-klub Italia hidup kembali. Nama-nama Serie A kembali ramai di kanal YouTube sepak bola anak muda. Dan publik internasional kembali menonton laga-laga di tanah Italia.
Mourinho adalah katalis. Ia mengubah persepsi dan membuktikan bahwa Serie A masih punya taji. Ia bukan sekadar pelatih—ia adalah fenomena.
Kini, pertanyaannya: ke mana Mourinho akan berlabuh selanjutnya jika Italia kembali memanggilnya? Apakah AC Milan? Atau Juventus yang rindu akan supremasi Eropa?
Yang pasti, satu hal tetap mutlak: Serie A membutuhkan Jose Mourinho seperti panggung membutuhkan bintang utamanya.***