PANTAU LAMPUNG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terus mendalami kasus dugaan korupsi di tubuh PT Lampung Energi Berjaya (LEB), anak perusahaan BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU). Pada Rabu, 16 Juli 2025, giliran Komisaris lama PT LEB, Prihartono G. Zain, yang dipanggil untuk memberikan keterangan.
Meski belum ada keterangan resmi terkait materi pemeriksaan, pemanggilan Prihartono menandai kelanjutan serius dari proses penyidikan atas dugaan penyalahgunaan dana participating interest (PI) 10% pada Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (OSES), yang nilai totalnya diperkirakan mencapai USD 17,28 juta atau setara Rp 271,5 miliar.
Aset dan Uang Miliaran Sudah Disita
Sejak akhir 2024, Kejati telah menyita beragam aset terkait kasus ini, termasuk uang tunai, kendaraan, dan mata uang asing, dengan nilai total penyitaan mencapai sekitar Rp 84 miliar. Salah satu penyitaan terbesar terjadi pada Desember 2024, yakni berupa mata uang asing senilai USD 1,48 juta (sekitar Rp 23,5 miliar).
27 Saksi Diperiksa, Tersangka Belum Ada
Hingga pertengahan Juli 2025, sebanyak 27 orang saksi telah dipanggil, termasuk pejabat daerah, manajemen PT LEB dan PT LJU, serta pihak dari Pertamina Hulu Energi. Namun demikian, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Kejati mengaku masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
DPRD dan Masyarakat Tekan Kejelasan Proses
Lambannya perkembangan kasus ini mulai menuai sorotan dari DPRD Provinsi Lampung, khususnya Komisi III. DPRD telah memanggil direksi PT LEB dan PT LJU untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), dengan tujuan menggali akar masalah dan mengevaluasi tata kelola BUMD.
Di sisi lain, desakan dari publik pun semakin kuat. Berbagai elemen masyarakat meminta Kejati segera menuntaskan penyidikan dan menetapkan tersangka agar kepercayaan terhadap penegakan hukum tidak tergerus.
Kasus ini menjadi ujian bagi Kejati Lampung dalam menunjukkan integritas dan profesionalisme penanganan kasus korupsi, terlebih yang menyangkut uang negara dalam jumlah besar dan melibatkan institusi milik daerah.***