PANTAU LAMPUNG- Jadon Sancho seperti burung yang kehilangan angin. Tak ada angin segar dari Chelsea, apalagi dari Manchester United di bawah Ruben Amorim. Dan kini, satu-satunya angin datang dari… Turki.
Tapi bukan sembarang klub. Ini Fenerbahce. Dan bukan sembarang pelatih—ini Jose “The Special One” Mourinho.
Masalahnya, Mourinho kini bukan lagi penganut sayap-sayapan. Era 4-3-3 dan 4-2-3-1 sudah dikubur bersama masa-masa di Real Madrid dan Chelsea. Di Fenerbahce, ia datang membawa skema 3-5-2. Dan dalam sistem itu, tidak ada ruang untuk sayap flamboyan macam Sancho.
Kalau mau bergabung, Sancho harus rela tak lagi sprint di garis pinggir. Ia harus siap jadi attacking midfielder, yang bukan hanya manis di bola, tapi juga jago menyusup ke kotak penalti, membuka ruang untuk striker utama, dan sesekali jadi pemecah kebuntuan.
“Di skema Mourinho yang sekarang, kecepatan tanpa visi hanyalah pelari. Dan pelari tak masuk tim,” celetuk analis sepak bola Turki.
Sancho, yang kariernya sempat melejit di Dortmund, lalu meredup di MU dan sempat bangkit di Chelsea, kini harus memilih: jadi sentral permainan di Istanbul atau jadi pelengkap drama transfer Eropa yang tak berujung.
Apakah Sancho siap menjadi versi baru dirinya? Atau justru makin hilang arah dalam labirin taktik para pelatih Eropa yang kian eksperimental?
Yang jelas, pilihan ada di kaki Sancho. Dan Mourinho—seperti biasa—tidak akan menunggu lama.***