PANTAU LAMPUNG— Aroma busuk praktik mafia tanah kembali tercium. Kejaksaan Tinggi Lampung resmi menahan dua orang yang diduga menjadi aktor utama dalam kasus korupsi penerbitan sertifikat tanah milik negara. Mereka adalah Lukman, mantan Kepala BPN Lampung Selatan tahun 2008, dan Theresia, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Keduanya ditahan setelah diperiksa intensif dan ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 25 Juni 2025. Kasus ini bermula dari dugaan penerbitan Hak Milik di atas lahan seluas 11,7 hektare milik Kementerian Agama RI yang berada di Desa Pemanggilan, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
“Kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP Lampung ditaksir mencapai Rp54,4 miliar lebih,” ungkap Asisten Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya.
Lahan Negara Jadi Milik Pribadi
Investigasi mengungkap bahwa lahan yang masih tercatat sebagai aset negara tersebut, dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain melalui dokumen palsu. Armen menjelaskan, Lukman memerintahkan stafnya di BPN untuk menerbitkan sertifikat hak milik, meskipun bukti kepemilikan yang diajukan tidak sah.
Sementara Theresia, yang seharusnya menolak permohonan akta karena tahu data tersebut palsu, justru mendukung proses hingga SHM (Sertifikat Hak Milik) terbit.
“Ini bentuk keterlibatan aktif dalam upaya merampas aset negara,” kata Armen.
Penyidikan Berlanjut, Tersangka Baru Berpotensi Muncul
Kini, Lukman dan Theresia menjalani penahanan selama 20 hari di dua rumah tahanan berbeda. Penyidik menyatakan bahwa perkara ini masih dalam proses pendalaman dan membuka kemungkinan adanya tersangka lain.
“Kami masih melakukan pemeriksaan lanjutan. Tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka,” tegas Armen.
Pasal Berat Mengancam
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini mencerminkan betapa seriusnya praktik mafia tanah di lingkup pemerintahan dan pentingnya pengawasan ketat terhadap instansi pertanahan. Negara tak boleh tinggal diam terhadap perampokan aset milik rakyat yang dibungkus dokumen legal.***