PANTAU LAMPUNG – Dunia birokrasi Kota Bandar Lampung tengah diguncang isu serius. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud), Eka Afriana, diduga melakukan pemalsuan data tahun kelahiran dalam dokumen resmi demi bisa lolos seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di masa lalu.
Informasi ini mencuat lewat unggahan-unggahan media sosial, terutama Instagram, yang menampilkan dugaan kuat bahwa Eka sengaja mengubah data dalam KTP dan akta kelahiran agar sesuai syarat usia saat mendaftar CPNS. Tuduhan ini memicu kemarahan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Salah satu yang bersuara keras adalah Laskar Muda Lampung (LADAM). Panglima LADAM, Misrul, menyebut perbuatan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan pengkhianatan terhadap integritas dan keadilan sosial.
“Pemalsuan dokumen demi menjadi PNS adalah tindakan yang memalukan. Itu bentuk penghianatan terhadap rakyat dan mencoreng dunia pendidikan yang semestinya menjunjung tinggi kejujuran,” tegas Misrul, Kamis (12/6/2025).
Lebih jauh, LADAM menuntut Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, untuk segera mencopot Eka Afriana dari jabatannya. Mereka bahkan melempar desakan keras: jika Eva tidak bertindak tegas, maka ia juga harus mundur dari kursi Wali Kota.
“Kami minta Mendagri dan Gubernur Lampung turut mengusut tuntas. Bila benar ada hubungan dekat antara Eva dan Eka—baik darah maupun politik—dan pembiaran terjadi, maka Eva turut bertanggung jawab secara moral dan politik. Waktunya mundur!” tandas Misrul.
Tudingan ini semakin hangat karena relasi pribadi antara Wali Kota Eva Dwiana dan Eka Afriana kerap disebut-sebut sangat dekat, bahkan disebut “kembar”. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan konflik kepentingan dan praktik nepotisme di pemerintahan kota.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi dari pihak Eka Afriana maupun Eva Dwiana. Publik kini menuntut investigasi terbuka, serta langkah tegas dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), Inspektorat, hingga aparat penegak hukum.
Kasus ini menjadi ujian penting bagi Pemkot Bandar Lampung: berani bersikap transparan atau justru menambah daftar panjang ketidakpercayaan publik terhadap birokrasi.***