PANTAU LAMPUNG— Di tengah ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati dan dampak perubahan iklim yang kian ekstrem, suara untuk menyelamatkan alam kembali digaungkan dari Universitas Lampung. Melalui Seminar Nasional Konservasi III Tahun 2025, para akademisi, pegiat lingkungan, hingga pemangku kebijakan bersatu menyuarakan pentingnya konservasi sebagai langkah generasi masa kini demi Indonesia yang hijau dan berkelanjutan.
Seminar yang digelar secara daring ini mengusung tema: “Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem sebagai Langkah Generasi Masa Kini Menuju Lampung Visioner dan Indonesia Hijau.” Wakil Rektor II Universitas Lampung, Dr. Habibullah Jimad, yang mewakili Rektor Prof. Lusmeilia Afriani, menegaskan pentingnya aksi kolaboratif lintas sektor.
“Indonesia adalah negara mega-biodiversitas. Menjaga kekayaan alam bukan hanya pilihan, tetapi kewajiban moral generasi hari ini untuk masa depan,” ujarnya.
Lampung, yang dijuluki miniatur kekayaan hayati Indonesia, memiliki kawasan konservasi strategis seperti Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Way Kambas, dan Cagar Alam Krakatau, hingga Tahura Wan Abdul Rachman. Kawasan ini menjadi rumah bagi spesies langka seperti gajah, badak, dan harimau sumatera, sekaligus menjadi pusat studi alam yang bernilai tinggi.
Dalam seminar ini, hadir narasumber nasional seperti Nunu Anugrah dari Ditjen KSDAE Kementerian LHK yang membawakan paparan kebijakan nasional konservasi sumber daya alam. Arief Rubianto dari Yayasan Badak Indonesia (YABI) membagikan kisah nyata perjuangan menyelamatkan badak Sumatera dan Jawa dari kepunahan. Sementara Prof. Sugeng P. Harianto, Guru Besar Konservasi Unila, mengangkat program konservasi rusa yang tengah dikembangkan di lingkungan kampus.
Seminar ini melibatkan 274 peserta dari berbagai daerah mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua. Mereka berasal dari kalangan akademisi, peneliti, pengelola taman nasional, pemerhati lingkungan, hingga mahasiswa.
Sebanyak 73 hasil penelitian ilmiah turut dipresentasikan. Tema yang diangkat meliputi konservasi satwa liar, biodiversitas flora-fauna, kesehatan ekosistem, konservasi lahan, kebijakan, hingga kearifan lokal. Peneliti berasal dari 12 perguruan tinggi seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Halu Oleo, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Lampung, serta BPSDM Provinsi Lampung.
Ketua panitia, Dr. Bainah Sari Dewi, menyebut bahwa semangat kolaborasi menjadi kunci utama keberhasilan program konservasi.
“Seminar ini tidak hanya berbicara soal sains, tapi juga membangun semangat gotong royong menjaga warisan alam. Konservasi bukan hanya soal spesies, tapi tentang menyelamatkan harapan,” tegasnya.
Seminar Nasional Konservasi 2025 menegaskan satu pesan: menjaga alam bukan sekadar pilihan ilmiah, melainkan panggilan nurani untuk menyelamatkan masa depan bumi dan generasi penerus bangsa.***