PANTAU LAMPUNG– Dua hari menjelang Idul Fitri, Pasar Tradisional Inpres di Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur, justru terlihat sepi. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang dipadati pembeli menjelang hari raya, kini banyak pedagang hanya duduk menunggu pelanggan yang tak kunjung datang.
Para pedagang mengeluhkan kondisi ini, yang mereka yakini disebabkan oleh menjamurnya toko swalayan di sekitar pasar. Toko-toko modern yang berjarak kurang dari satu kilometer dari pasar menawarkan kenyamanan lebih, seperti tempat belanja ber-AC dan sistem pembayaran yang lebih praktis.
“Sekarang orang lebih memilih belanja di swalayan karena lebih nyaman, sedangkan di pasar ini panas dan harus tawar-menawar,” ujar Siti, seorang pedagang sayur.
Omzet Pedagang Anjlok, Keuntungan Menipis
Beberapa pedagang mengaku penjualan mereka menurun drastis dibandingkan tahun lalu. Bahkan, ada yang mengalami penurunan omzet hingga 50 persen lebih.
“Biasanya sebelum Lebaran ini, dagangan saya laris. Sekarang ayam masih banyak tersisa, padahal ini momen yang seharusnya paling ramai,” kata Joko, pedagang ayam potong.
Selain persaingan dengan toko modern, pedagang juga menyebut daya beli masyarakat yang menurun akibat harga kebutuhan pokok yang naik sebagai faktor utama sepinya pasar.
Harapan Pedagang dan Solusi yang Dibutuhkan
Para pedagang berharap pemerintah daerah turun tangan untuk menghidupkan kembali pasar tradisional. Beberapa solusi yang mereka harapkan meliputi pembatasan izin minimarket di sekitar pasar, perbaikan fasilitas, serta program promosi untuk menarik kembali pembeli ke pasar tradisional.
“Kalau tidak ada solusi, pasar tradisional lama-lama akan mati dan kami kehilangan mata pencaharian,” ujar salah satu pedagang dengan nada khawatir.
Menjelang Lebaran, pasar tradisional seharusnya menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat. Namun, jika kondisi ini terus berlanjut, keberadaan pasar-pasar tradisional di daerah bisa semakin tergerus oleh modernisasi.***